Birahi Di Tengah Sawah

  hasilnya selesai juga UAS yang ngebetein Birahi Di Tengah Sawah

Birahi di Tengah Sawah
hasilnya selesai juga UAS yang ngebetein..”, ujar Riri merasa lega sekali, ujian selesai semester genapnya selesai di laluinya. “oh iya, Ri..kita liburan kemana nih, kan kalo semester genap gini…liburnya usang banget n’ bikin bete…”. “bentar, kita omongin sekalian ama Lina n’ Intan..”. Riri dan Monica pun berjalan ke kelas, dimana Lina dan Intan ujian. Riri, Intan, Monica, dan Lina ialah 4 gadis yang menjadi bunga kampus, diidam-idamkan banyak lelaki di kampusnya. Setiap mereka berempat lewat, lelaki yang dilalui mereka akan membisu terpaku dan menghentikan segala aktivitasnya hanya untuk memandangi mereka berempat berlalu. Bisa dibilang, mereka berempat memang tipe cewek yang suka menarik hati lelaki. Setiap ada pemuda yang menarik hati mereka baik siul-siul, panggil-panggil, atau caper, niscaya salah satu dari mereka akan menengok dan tersenyum manis. Mereka suka sekali dengan pemuda yang sok-sok menggoda, tapi kalau ditanggapi pribadi salah tingkah. Mereka pun tak pernah menolak kalau diajak kenalan sehingga tak heran kalau mereka berempat punya banyak sahabat lelaki di kampus. “Mon, kemana nih yang yummy liburannya?”. “mana ya? pantai?”. “bosen ah..”. “puncak?”. “ogaah…bosen parah..”. “hmm…”. “terus kemana dong?”. “hmm…”. “ke Bali?”. “hmm…gimana kalo liburan ini kita nyobain kerja-kerja kasar gitu?”. “kerja kasar? maksud lo?”. “yaa jadi buruh kek, petani kek, apa kek gitu, gimana?”, permintaan Intan. “ah gila lo, apa enaknya liburan kayak gitu?”. “yee justru itu…biar liburan kita beda gitu…bosen kan lo dugem, ketemu cowok-cowok ganteng n’ kaya yang suka banggain diri sendiri?”, terperinci Intan yang memang agak beda dengan 3 temannya yang glamour meski ia juga tak kalah kaya dengan 3 temannya, tapi tetap saja, Intan sama ‘gila’nya dengan ketiga temannya. “mm…bener juga, gue juga dari dulu pengen ngerasain jadi peternak gitu deh..”. “okelah, tapi emangnya ada tempat yang kayak gitu?”. “dodol lo ah…kita cari profesi beneran aja..”. “hmm..gimana..sekalian aja taruhan..yang paling usang tahan, menang n’ dapet duit 5 juta, gimana?”. “bener yaa? siip deh..”. “tapi mesti ada bukti foto n’ video ya..”, ujar Riri. “oke kalo gitu..DEAL !!”. Hari pertama liburan, Lina resah dengan tantangan teman-temannya. Dia mau mencoba jadi apa, tak pernah terbayang olehnya, melaksanakan pekerjaan kasar. Tapi, sehabis dipikir-pikir, Lina juga ingin tau perihal sisi berlawanan dari kehidupannya. Sisi kehidupan yang harus bekerja keras hanya untuk menyambung kehidupan satu hari saja. Saat sedang menggonta-ganti chanel tv, Lina menonton program perihal para petani yang sedang menggarap sawah. “hmm…apa gue coba jadi petani ya?”. “tapi ntar kulit gue jadi item..”. Entah kenapa, pertimbangan-pertimbangan tadi menyerupai sirna di pikiran Lina. Sekarang, hanya ada perasaan semangat dan tak sabar. Lina sendiri tak mengerti, kenapa ia begitu ingin mencicipi jadi petani, mungkin alasannya ia ingin sekali mendapatkan pengalaman baru. “hmm…gue tinggal ma Abah Dirman aja kali yaa?”. Lina teringat dengan orang yang dipercaya ayah Lina untuk mengurusi sawah keluarga Lina yang ada di kampung halamannya. Bagi Lina, Dirman sudah menyerupai keluarga sendiri. Dari kecil, Lina selalu diawasi Dirman kalau main di sawah. Kalau dipikir-pikir, sudah usang ia tak bertemu Dirman. Sekalian maen aja ah, pikir Lina. Keesokan harinya, Lina pun mengemudikan mobilnya ke desa dimana ia menghabiskan waktu kecilnya. Saat Lina sudah akrab dengan rumah masa kecilnya, ia melihat seorang laki-laki bau tanah keluar dari rumahnya dengan menggunakan caping. Pria bau tanah itu berhenti, mengamati kendaraan beroda empat sedan berwarna silver itu. Tak usang kemudian, Lina keluar dari kendaraan beroda empat dan berjalan ke arah laki-laki bau tanah itu. Keduanya saling mengamati satu sama lain. Wajahnya familiar, tapi tak kenal, pikir keduanya. “maaf, bapak ini siapa?”. “saya Dirman..neng ini siapa?”. “ya ampun Abaahh…”, teriak Lina senang dan pribadi memeluk Dirman. Dirman kaget sekali, tiba-tiba dipeluk perempuan manis yang ada di depannya. “maaf, neng ini siapa?”, tanya Dirman masih bingung. “ya ampun..masa Abah gak kenal ama Lina..”. “ha? ini non Lina?”. “iyaa..”. “ya ampun non Lina…Abah ampe pangling non..”. “masa Abah lupa sih ama Lina?”. “ya bukannya gitu non, kan udah usang banget gak ketemu non Lina..”. “oh iya ya..terakhir pas Lina gres umur 11 yaa?”. “iya non..makanya Abah pangling..non Lina jadi manis banget..”. “ah Abah bisa aja..”. “oh iya non Lina ada apa ke sini? biasanya bapak yang kesini?”. “ah nggak, Bah…Lina pengen maen aja ke sini..ama sekalian pengen berguru jadi petani…boleh kan, Bah?”. “boleh aja non, tapi kenapa tiba-tiba non pengen berguru jadi petani?”. “yaa…ada kiprah dari dosen perihal kehidupan petani gitu, Bah…boleh kan?”. “yaa boleh lah, non…kan sawahnya bapaknya non Lina..”. “kalo gitu Lina ganti pakaian dulu deh..Abah tunggu bentar yaa…”. “sini non, Abah bawain kopernya..”. “Abah masih kuat?”, canda Lina. “masih dong, biarpun udah 53, masih kuat..ngangkat non Lina kayak dulu juga masih kuat..”. “wah…jangan Bah…dulu sih Lina demen diangkat Abah kayak kapal terbang, tapi kini ogah deh…hehe..”. “wah..kamar Lina masih bagus yaa..”. “iyaa non, setiap hari Abah ke sini buat rapihin rumah..”. “waah…makasih yaa, Bah..tapi tempat tidurnya kayaknya udah gak muat..”. “kalo gitu non Lina tidur di kamar bapak n’ ibu aja..”. “oh iyaa ya..”. Lina menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur orangtuanya menyerupai tak menghiraukan keberadaan Dirman. Pria itu kini berusia 53 tahun, gres kali ini ia melihat pemandangan yang begitu indah dari badan seorang gadis cantik. Memang Dirman sering memperhatikan Lina, tapi itu dulu ketika Lina masih kecil. Berbeda sekali dengan sekarang. Melihat wajah Lina yang cantik, kulitnya yang putih mulus, ditambah dengan payudara Lina yang membusung ke atas dan posisi Lina yang terlentang pasrah memancing nafsu Dirman. Bapak bau tanah itu merasa batang kejantanannya mulai bereaksi, mulai berkhayal yang tidak-tidak perihal badan anak majikannya itu. Pikiran-pikiran kotor singgah di otak Dirman melihat setiap lekukan badan Lina yang ada di pandangannya. Tentu tidak main-main kenikmatan yang bisa direngkuh dari badan seindah dan semulus badan Lina. Ingin sekali rasanya di pikiran Diman untuk meremas-remas kedua buah payudara yang sangat ‘menantang’ itu, tapi Dirman masih sadar dengan statusnya. Tak mungkin baginya yang hanya jongos bisa menikmati badan anak majikannya, Lina. Berkhayal pun, Dirman merasa tak pantas dan sangat menyesal. Tapi, di dalam hati Dirman, tentu ada imajinasi perihal kenikmatan persetubuhan dengan Lina. “non Lina..Abah tunggu di luar yaa..”. “iya, Bah..makasih ya udah bawain koper Lina..”. “iyaa non…”. Lina pun tak mau menciptakan Dirman usang menunggu di luar. Gadis manis itu pribadi bangkit dari tempat tidur. Celana jeans dan kaos yang begitu ketat membalut badan indahnya kini berada di lantai, hanya tinggal bra dan celana dalam yang menutupi bagian-bagian badan Lina. Bagian badan yang tentu bisa memanjakan kaum Adam dan menciptakan semua lelaki merasa di surga. Lina mengambil kaos dan hotpantsnya dari dalam koper. Lina sengaja mengenakan hotpants dan kaos yang longgar alasannya ia tahu udaranya niscaya panas dan niscaya tak yummy kalau menggunakan pakaian yang ketat. Lina membalurkan lotion cream ke seluruh belahan tubuhnya yang terbuka. Tentu saja ia tak ingin kulitnya yang putih mulus nan halus itu menjadi hitam dan tak sedap lagi untuk dipandang alasannya terbakar sinar matahari. Lina keluar dari dalam rumah, mendekati kemudian mencolek Dirman. “ayo, Bah…kita ke sawah..”. Dirman terbengong melihat Lina. Sepasang kaki Lina yang jenjang nan indah bisa dilihat Dirman dengan sangat jelas. Dari paha Lina hingga ke betisnya benar-benar putih dan mulus, tak ada cacat atau lecet sedikitpun. Pemandangan itu menciptakan Dirman membayangkan nikmatnya mengelus-elus dan menciumi paha yang begitu putih mulus itu, apalagi kalau hingga ke pangkal dari sepasang paha itu. Tanpa sadar, Dirman menelan ludahnya sendiri di depan Lina. “Abah kenapa?”. “nggak non…ayo non, ikut Abah ke sawah…”, Dirman agak grogi takut tertangkap tangan sedang memandangi badan Lina. “ayoo !”, Lina bersemangat. Selama berjalan, Dirman berusaha keras mengenyahkan khayalan-khayalan nakalnya. Tak pernah ia bayangkan kalau gadis kecil yang dulu ia ajak bermain di sawah, ia jaga, ia anggap anak sendiri akan berubah menjadi menjadi gadis yang begitu cantik. Dari dulu, Dirman memang menduga kalau Lina akan menjadi perempuan manis kalau sudah dewasa, tapi sama sekali tak menduga kalau akan menjadi begitu manis dan begitu seksi, hingga bisa menciptakan Dirman merasa muda lagi, hanya dengan melihatnya saja. Tanpa tahu diamati, Lina berjalan di depan Dirman sambil merekam kesana kemari dengan handycamnya. Dirman pun memandangi Lina dari belakang, belahan yang paling menarik perhatian Dirman tentu pantat Lina. Kalau saja, kalau saja, pikir Dirman. “Abah bawa apa sih tuh?”, tunjuk Lina ke rantang dan termos yang dipegang Dirman sambil mengarahkan handycamnya ke wajah Dirman. “ini non..makanan buat kita ntar..dibuatin ama Mbok Minah lho…”. “waaaahh…buatan Mbok Minah yaa..udah usang gak makan masakan buatan Mbok Minah..asiiik !!”, Lina kegirangan. “ini namanya Abah Dirman, petani dari desa Kolosari, umurnya 53 tahun..”, ucap Lina memperkenalkan sambil terus merekam Dirman. “halo gitu dong, Bah…”. Sambil malu-malu, Dirman tersenyum dan melambaikan tangannya ke kamera Lina. Tak usang kemudian, mereka berdua hingga juga di sawah. Hamparan hijau terlihat, segar sekali udaranya. “waah seger banget udaranya…beda ama udara kota…”. “iya donk non, makanya orang desa lebih sabar n’ gak praktis sakit..”. “kok lebih sabar? hubungannya apa, Bah?”. “yaa kan kalo udaranya sejuk n’ seger..bikin orang jadi rileks..jadinya gak praktis marah..gak kayak orang kota…”. “oh iyaa juga yaa..bisa aja si Abah…hahaha”. Dirman dan Lina berjalan ke saung/bale-bale, tempat yang biasa dipakai untuk istirahat. “oh iya non Lina, kok pake di rekam-rekam segala?”. “ini bukti..jadi dosen Lina percaya…”. “ooh gitu…”. Mereka berdua kembali ke sawah, terlihat ada beberapa orang bapak-bapak yang sedang menanam padi dan ada yang membajak sawah. Dirman memanggil semua orang yang ada di sekitar sawah itu. Ada 5 orang bapak-bapak dan 3 orang ibu-ibu. “kenalin, ini namanya nona Lina, anaknya Pak Waseso…nona Lina pengen berguru jadi petani buat kiprah kuliahnya…bantu nona Lina..”. “iyaa !!”. Setelah memperkenalkan diri masing-masing, para petani perempuan kembali menanam padi. Sedangkan, para petani laki-laki genit terhadap Lina. Bertanya-tanya kepada Lina. Lina pun menjawab brondongan pertanyaan sambil terus tersenyum. Tentu saja pada genit. Jarang sekali bisa melihat gadis manis yang begitu putih mulus. Meskipun ada kembang desa yang juga cantik, tapi tetap saja tak ada gadis di desa itu yang bisa menandingi keseksian badan Lina. “udah udah..sana balik kerja..”. Lina mengikuti Dirman ke petak sawah yang setengah terisi padi. Dirman pun masuk ke dalam. Dengan proteksi Dirman, Lina juga masuk sehabis menggunakan boot yang dibawa Dirman tadi. “ayo, Bah..praktekkin caranya nanem padi..”. “gampang non..nih tinggal nancepin..nih..gini doang non”, ujar Dirman sehabis menancapkan satu genggam padi. Dengan cepat Dirman sudah menanam sekitar 6 genggam padi. “coba sini, Bah…Lina mau coba..”. Dirman mengelap tangannya dan mendapatkan handycam dari Lina. “ini gimana nih non?”. “udah..Abah tinggal arahin ke Lina aja kok..”. “kayak gini, Bah?”. “iyaa non..”. Lina gres menancapkan 3 genggam padi, tapi sudah berpeluh keringat. “susah juga yaa..hihihi..udah gitu gak lurus lagii…hehehe..”. Lina bertolak pinggang, melihat hasil kerjanya. Sama sekali beda dengan hasil tanam Dirman yang lurus menyerupai satu garis. “kok Abah bisa lurus gitu yaa?”, Lina bingung, Dirman yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama bisa menanam padi dengan sangat rapih tanpa alat ukur. Sedangkan ia yang bersekolah dari Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengan Atas ternama dan kuliah di universitas yang juga ternama sama sekali tak bisa menanam padi dengan lurus. “pake perasaan, non…”. “ini juga udah pake perasaan, Bah..hehe..”. “ya mungkin non belum biasa..”. “iya kali yaa..”. “yaudah, non tanem aja…ntar biar Abah yang benerin..”. “ok deh…”. Lina menanam beberapa genggam padi lagi hingga petak sawah itu hampir penuh. Bukannya bekerja, para petani lain malah asik melihat Lina yang serius menanam padi. Seorang gadis manis mau berkotor-kotoran, menanam padi, dan bercucuran keringat, tentu mereka tak mau melewatkan pemandangan yang langka ini. “uuh, capek juga ternyata !”, ujar Lina mengelap keringat yang ada di dahinya dengan punggung tangannya sehabis selesai memenuhi petak sawah dengan hasil tanamnya. “nih non lapnya..”. “sini, Bah kameranya..”. Dirman membetulkan padi hasil tanam Lina dengan praktis dan cepat. Lina kagum, tadi ia susah payah mengira-ngira jarak padi, tapi tidak rapih juga, beda sekali dengan Dirman. “nah udah rapi deh, non..”. “iyaa, rapi banget kalo ditanem ama Abah…”. “ayo non, kita ke saung yang tadi..kita istirahat, niscaya non capek..”. “hehe, Abah tau aja..ayo, Bah…”. Mereka berdua kembali ke saung yang tadi. Dirman membuka rantang satu per satu. “waah…semur daging !!”. Lina makan dengan sangat lahap bagai orang yang tak makan berhari-hari. “ati-ati non keselek..”, canda Dirman sambil geleng-geleng kepala dan tersenyum. “aah..kenyang !!”. Lina dan Dirman mengobrol dan beristirahat di saung. Sesekali, Dirman curi-curi pandang ke belahan dada dan paha Lina. Dalam posisi duduk bersila, hotpants Lina semakin naik sehingga pahanya yang putih mulus semakin terekspos. Liur Dirman hampir menetes melihat paha yang sangat mulus itu. “Bah, abis ini kita nanem lagi?”. “gak usah, non..kita pulang aja..udah siang bolong..kasihan non Lina ntar jadi gosong..”. “ya elah, Bah..Lina udah pake tabir surya kok..”. “ya gak usah, non..lagian Abah pengen ngajak non ketemu Mbok Minah…”. “wah..ide bagus tuh, Bah…Lina juga udah kangen ama Mbok Minah..yuk, Bah..”. Setelah beres-beres, tanpa ragu-ragu Lina menggandeng tangan Dirman. Dirman agak kaget, tapi senang mencicipi betapa halus dan lembutnya tangan Lina. Merasa menyerupai anak kecil lagi, Lina pun menggandeng Dirman dan ngelendot di pundak Dirman dengan manja. Dirman keringetan, aroma badan Lina yang begitu harum seolah memancing ‘juniorn’ya untuk bangun. “non, di depan jalannya sempit..”. “oh yaudah, Lina jalan duluan yaa..”. “iyaa non, tapi ati-ati non..kalo kepeleset bisa masuk ke situ..banyak lintahnya..”. “iya, Bah..”. “aakkhhh !!”, meski sudah hati-hati, Lina terpeleset. “byuurr…”. Lina terjerembab ke dalam kubangan yang keruh. Tubuh belahan bawahnya terendam. “non Lina !!!”. Dirman pribadi menjatuhkan rantang, termos, dan handycam yang dibawanya kemudian masuk ke dalam kubangan dan membantu Lina berdiri. “non Lina gak apa-apa?”. “gak apa-apa, Bah..makasih..”. “jangan gerak non, ada lintah..”. “waa..lepasin donk, Bah..”. “tenang, non..kita ke sana dulu..”. “aduuh, Bah..kaki Lina sakit..”. “sini, Abah papah..”. Dengan dipapah Dirman, Lina pun duduk di saung terdekat. Petani yang lain pun mengerubungi saung itu, ingin tahu apa yang terjadi. “pinjem korek”. “nih, Bah…”. Beberapa lintah yang ada di betis Lina pun bisa dilepaskan Dirman sehabis lintah itu dibakar terlebih dulu. “ini, Bah..masih ada di paha Lina..”. Ada 4 lintah yang melekat di paha Lina belahan dalam. “maav, non..bisa diangkat dulu kakinya..”. “iya, Bah..”. Para petani yang mengerubungi saung pun seolah tak berkedip atau lebih tepatnya tak mau berkedip. Tentu mereka tak mau melewatkan detik-detik pembukaan ‘warung’ Lina. Lina mengangkat kedua kakinya ke atas saung, dan tanpa disuruh Lina melebarkan kedua kakinya ke samping kiri dan kanan menyerupai karakter M. Pandangan mata para lelaki yang ada di sekitar Lina berubah bagai pandangan serigala ketika melihat ada mangsa. 5 pasang mata, semuanya tertuju ke kawasan yang paling intim dari badan Lina. Bukannya tak menyadari, Lina sadar betul, semua yang ada di sekitarnya tidak memperhatikan lintah yang ada di pahanya melainkan kawasan yang ada di tengah-tengah selangkangannya. Ada rasa hangat yang dirasakan Lina muncul dari dalam tubuhnya. Rasa panik melihat lintah yang tadi dirasakan Lina kini berubah menjadi sedikit rasa semangat dan gairah. Pandangan-pandangan liar para petani menciptakan Lina merasa dirinya begitu terekspos dan begitu ‘terbuka’ seakan-akan tak ada sehelai benang pun yang melekat di tubuhnya. Pikiran liar pun singgah di pikiran gadis kota yang manis jelita itu. Di dalam pikirannya, Lina membayangkan dirinya bugil sementara Dirman sedang menilik vaginanya (vagina Lina) sebelum dipakai beramai-ramai oleh para petani yang sudah tak sabar ingin menjejalkan alat kelamin mereka ke dalam liang sempit milik Lina. Tanpa sadar, kedua kaki Lina semakin terbuka lebar. Bukannya melepaskan lintah, tapi Dirman malah bengong, tatapan matanya fokus ke tengah-tengah selangkangan Lina yang ada sempurna di hadapannya. Dirman ingin sekali merobek celana Lina, ingin tau ingin melihat apa yang ada di dalamnya. Pastilah indah alat kelamin yang dimiliki seorang gadis manis menyerupai Lina, pikir Dirman. Otak Dirman pun kembali normal. Dirman memperabukan semua lintah yang ada di paha belahan dalam Lina. “udah non…”, ujar Dirman. “makasih, Bah…”. Lina mengelap sedikit sisa-sisa darah yang ada di pahanya. “non Lina gak apa-apa?”, tanya seorang petani. “iya gak apa-apa kok, Pak Abdul…”, jawab Lina sambil tersenyum. “non bisa jalan?”. “bentar, Bah…”. Lina limbung ketika menapakkan kedua kakinya dan mencoba berdiri. Dengan sigap, Dirman memeluk Lina supaya Lina tidak terjatuh. “kaki Lina sakit banget, Bah..”. Semuanya merasa iri dengan Dirman yang bisa memeluk dan memegang badan indah Lina. “kalo gitu Abah gendong non Lina ampe rumah yaa?”. “iya, Bah..”. Lina pun pribadi nemplok ke punggung Dirman sehabis Dirman jongkok. Lina pun mengalungkan kedua tangannya ke leher Dirman. “maaf ya non..”. “iya, Bah..gak apa-apa kok..”. Dirman merapatkan kedua tangannya untuk menampung pantat molek Lina. “semuanya, Lina pulang dulu ya..”. “iyaa, non..moga cepet sembuh..”, jawab para petani seperempak yang bahwasanya sangat iri kepada Dirman. “udah usang gak digendong Abah kayak gini..”. “iya non..udah usang juga..”. Emang udah lama, tapi gak pernah seenak ini gendong lo, toket lo empuk banget, pikir Dirman. Payudara Lina yang masih terbungkus bh dan baju itu melekat erat di punggung Dirman hingga kelihatan menyatu dengan punggung Dirman. Meski agak busuk sinar matahari, Lina merasa nyaman digendong Dirman hingga tak terasa tertidur, mungkin alasannya kelelahan juga. “non udah nyampe..”. “haa?? mm…”, ujar Lina sambil mengucek-ngucek matanya. Lina melepaskan rangkulannya di leher Dirman. Dengan proteksi Dirman, Lina pun bisa nyaman selonjoran di kasurnya. “kaki non Lina masih sakit?”. “iyaa nih, Bah…masih agak sakit..”. “mau Abah pijetin kakinya?”. “boleh, Bah..”. “bentar yaa non, Abah pulang dulu..ambil minyak..”. “iyaa, Bah..jangan lama-lama ya…”. Dirman keluar kamar, sementara Lina memikirkan kejadian di sawah tadi. Tak pernah ia merasa begitu pembangkang dan begitu liar. Rasa ingin tau pun muncul di benak Lina. Entah darimana pikiran itu, tapi rasanya kini Lina ingin sekali melihat kejantanan Dirman. Meski sudah tua, tapi Dirman masih terlihat bugar dan kekar. Vaginanya terasa hangat dari dalam, menyerupai butuh sentuhan. Tangannya mengelus-elus kawasan pribadinya sendiri. “hmmm”. Sebuah batang yang hitam, besar, dan berurat terbayang di pikiran Lina. Semakin ‘gatal’ rasanya sehingga tangannya pun semakin aktif. Sebagai pemiliknya, Lina tahu kalau kawasan intimnya perlu sentuhan. Lina pun menyusupkan tangannya ke dalam hotpantsnya. “uuuhhhmmm”. Usapan-usapan lembut pada bibir vaginanya sendiri terasa begitu ‘menenangkan’. Jari tengahnya naik turun sempurna di tengah-tengah belahan bibir vaginanya. Lina pun memejamkan matanya, meresapi gerakkan jarinya. Gemas dengan rangsangan ‘lembutn’ya sendiri, Lina menyusupkan 2 jarinya masuk ke dalam liang vaginanya yang ‘panas’. “eemmm…mmmm..”, 2 jarinya bergerak keluar masuk dengan penuh sensasi. Lina sadar ada sepasang mata yang sedang mengamatinya. Lina membuka matanya. Dirman sudah ada di sebelah ranjangnya, sedang berdiri dan memandangnya. Bukannya berhenti, Lina malah mengeluarkan tangannya dan pribadi menuntun tangan Dirman masuk ke dalam hotpantsnya. “Baah, tolong Linaa…”, desah Lina dengan bunyi yang begitu menggairahkan dan begitu ‘memancing’. Dengan insting laki-laki sejati yang berorientasi sex lawan jenis (normal), tanpa ragu-ragu Dirman mulai meremasi isi dari hotpants Lina. “ooohh yeeaahhh disiituu Baah !!! teeruuss Baahh !! uuummhhh…”, Lina semakin menggila ketika 2 jari Dirman mulai mengebor vaginanya. Tanpa ragu-ragu, tangan Dirman yang satu lagi merayap masuk ke dalam kaos Lina dan pribadi meremasi payudara yang empuk nan kenyal yang ada di dalamnya. “EEENNGGHHH !!!”, lenguh Lina panjang, tubuhnya menegang. Dirman mengeluarkan tangannya. Tanpa di suruh, Dirman menarik hotpants Lina beserta celana dalamnya dan membuangnya ke lantai. Bagai mimpi, Dirman tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tak percaya dengan pandangannya, vagina kecil yang dulu sering ia sentuh dan ia basuh kini begitu indah, begitu menggiurkan. Tanpa ragu-ragu, Dirman menempatkan kepalanya di antara selangkangan Lina. Dirman membenamkan kepalanya di selangkangan Lina yang sangat wangi. Merasa ada yang menginvasi kawasan pribadinya, secara alami Lina merapatkan kedua pahanya, menjepit kepala Dirman yang ada di tengahnya. Hidung Dirman melekat di belahan vagina Lina. Dirman menarik nafas dalam-dalam, menghirup ‘aroma therapy’ yang berasal dari vagina Lina. Beda sekali dengan punya istrinya yang busuk amis. Memek cewek cakep emang beda, pikir Dirman. Lidah Dirman pun menjulur keluar, menyentuh kelamin Lina. “ehhh..”, badan Lina pribadi bereaksi ketika benda lunak dan hangat melaksanakan kontak fisik dengan alat kelaminnya. Dengan rakusnya, Dirman melahap vagina Lina habis-habisan. Tak henti-hentinya, pengecap Dirman menyapu setiap jengkal dari kawasan segitiga majikannya yang manis itu. Mungkin hanya kali ini bisa mencicipi vagina yang seharum dan seenak ini, pikir Dirman. Lidahnya terus menggali, menggali, dan menggali lebih dalam lagi ‘tambang’ yang ada di hadapannya sehingga Lina pun menggeleng-gelengkan kepala, menggeliat-geliat, kedua pahanya semakin menjepit kepala Dirman. “oooohhhh !!! teeruuusshhh Baaahhh !!!! makan memek Linaa seepuaasnyaaaa !!!!”, teriak Lina lepas, tak terkontrol. “iyaaaa Baahh !! jilatin memek Linaa !!! memek Linaa punya Abaaahhh !!!! ooohhhh !!!”. Mendengar perkataan-perkataan kotor yang keluar dari verbal gadis manis menyerupai Lina menciptakan semangat Dirman berapi-api menyerupai prajurit yang bersemangat menghadapi perang. Lina menekan kepala Dirman supaya lebih melekat dengan vaginanya. “aaahh aahhh aaahh AAAAKKKHHHH !!!!”, Lina mengejang hebat, kedua pahanya menjepit kepala Dirman dengan sangat kencang, perutnya agak ke atas. “ssrruupphhh !!!!”, Dirman tak menyia-nyiakan ‘sumber mata air’ Lina. Semuanya habis diseruput Dirman, cairan yang tertinggal di liang vagina Lina pun hingga tak ada alasannya terserap pengecap Dirman yang masuk kembali. Selesai meminum inti sari dari kelamin nonanya hingga terkuras habis tak bersisa, Dirman mengangkat kepalanya menjauh dari selangkangan Lina. Dengan sangat tergesa-gesa, Dirman membuka celana dan celana dalamnya sendiri. Kedua mata Lina pribadi tertuju ke benda yang ada di tengah-tengah selangkangan Dirman. Benda itu terlihat begitu kokoh. “masukkin, Bah…”, lirih Lina meminta Dirman untuk menyumpal vaginanya. Kedua kaki Lina terbuka dengan sangat lebar, Lina juga menyibakkan bibir vaginanya sendiri untuk mengundang burung Dirman supaya segera masuk ke dalam. Tanpa perlu disuruh, pucuk penis Dirman pun sudah mencium lubang vagina Lina. “masukkin, Baah..”, pinta Lina dengan melirih. Dirman memajukan pinggulnya perlahan, kepala penisnya mulai mendobrak masuk ke dalam liang kewanitaan Lina. “heemmhhh….”, Lina merasa belahan bawah tubuhnya benar-benar penuh, penuh sesak dengan batang besar milik Dirman yang semakin masuk ke dalam. Sensasi yang belum pernah dirasakan Dirman, batangnya terasa begitu terjepit dan terasa menyerupai diurut dan dipijat. Seluruh batang Dirman telah tertancap di dalam liang vagina Lina dengan sangat kokoh. Dirman tak bergerak, membisu sejenak untuk menikmati liang vagina Lina yang begitu hangat dan begitu sempit. Dirman merasa penisnya menyerupai dicengkram dengan sangat berpengaruh oleh dinding vagina Lina. Belum lagi rasa hangat yang menyelimuti penisnya. Desahan-desahan pelan mengalun lembut dari verbal Lina ketika Dirman mulai menggerakkan tongkatnya. Dirman agak kesusahan menarik dan juga mendorong penisnya, rasanya liang rahim Lina terlalu sempit. Tapi dengan penuh kelembutan, Dirman terus berusaha memompa penisnya dengan perlahan. “oohh ooouuhh uummhh..iyaa, Baahh !! enaak, Baahh !!!”, racau Lina merasa nikmat yang luar biasa di belahan bawah tubuhnya. Dirman terus ‘menggasak’ liang vagina Lina. Menyodoknya dengan penuh perasaan namun cukup berpengaruh untuk menciptakan Lina tersentak-sentak. “ookkhh…ookkhh..ookkhh…”, Lina mengerang keenakan ketika Dirman menyodok vaginanya hingga mentok. Si laki-laki bau tanah itu terus menggenjot dengan ritme pelan supaya si gadis manis yang sedang digenjotnya bisa membiasakan diri terlebih dulu. Kedua tangan Dirman pun menangkup dan menggenggam ‘kemasan susu’ Lina. Meremasi payudara Lina yang terasa sangat empuk dan kenyal itu. Kaki Lina pun melingkar erat di pinggang Dirman. Keduanya masih mengenakan kaos, tapi alat kelamin mereka sudah menyatu. Berpikir Lina sudah mulai terbiasa, Dirman mulai mempercepat genjotannya. “OOOUUHHH !!!”, Lina mengeluh panjang lagi, gelombang orgasme melanda tubuhnya. “hhhh…”, nafas keduanya menderu-deru, bulir-bulir keringat Dirman jatuh membasahi badan Lina yang juga tak kalah berair oleh keringat. Kedua manusia itu bercinta dengan sangat bergairah, begitu menggelora. Desahan-desahan penuh kenikmatan keluar dari verbal keduanya. Keduanya saling berpelukan dengan erat sementara alat kelamin mereka terus bergesekkan semakin cepat dan tanpa henti. “ooh ooohh OOOKKHHH !!!!”, erang Dirman melepas orgasmenya. “BAAAAAHHH !!!”, Lina juga mengerang lepas. Keduanya sama-sama meraih puncak kenikmatan yang mereka bangkit bersama-sama. Rasa hangat dan becek terasa oleh Lina di liang kewanitaannya. Mata Lina sayup-sayup, semakin tak terperinci pandangannya. Rasa lelah alasannya di sawah hampir seharian ditambah habis digempur laki-laki bau tanah dengan ‘senjatan’ya yang bukan main menciptakan Lina tak bisa menahan rasa kantuknya. Dia pun tertidur tanpa memikirkan batang Dirman yang masih ‘menyangkut’ di vaginanya. Saat Lina terbangun, Lina mendapati dirinya sudah berselimut. Lina pun membuka selimutnya. Lina tersenyum ketika melihat cairan putih yang meleleh keluar dari vaginanya. Lina bangkit dan membuka kaos beserta bhnya kemudian menuju kamar mandi. “aah segeerrr…”. Air cuek mengucur dari pancuran membasahi badan indah Lina. Dia mengambil shower dan menyemprotkan air ke kawasan intimnya untuk membersihkan alat kelaminnya yang telah ‘dinodai’ Dirman. Lina menyabuni setiap jengkal dari tubuhnya. Tubuh Lina pun kembali segar dan wangi. Lina melilitkan handuk ke tubuhnya yang basah. Handuknya yang bisa dibilang kecil hanya bisa menutupi payudara hingga 5 cm di bawah ‘lembah’ miliknya. Saat ia duduk di dingklik meja rias, handuknya pun terangkat saking pendeknya. “kruuukk…”. Perut Lina pun berbunyi kencang. Perutnya keroncongan, minta diisi dengan makanan. “aduuh..pantes aja gue laper banget..udah jam segini…”. Lina pun mengambil hpnya dan menghubungi nomor rumah Dirman. “halo, siapa ini ?”. “ini Lina…ini Mbok Minah bukan ?”. “ooo yaa ampun !! neng Lina ??! apa kabar ? iyaa, ini Mbok Minah”. Lina dan Mbok Minah pun berbicara lewat telpon bagai 2 orang sahabat yang sudah usang tak bertemu. “oh iyaa, Mbok..Abah ada ?”. “iyaa ada, neng…kenapa ?”. “Lina laper banget nih, Mbok..”. “oh, iya neng, iya neng..nanti Mbok suruh Mas Dirman nganter masakan ke neng…”. “masakan Mbok kan yaa ?”. “iyaa, neng..”. “asiiik ! jangan lama-lama ya, Mbok..”. “iyaa, neng..”. “oh iyaa..kaki neng Lina udah agak mendingan ?”. Lina pun menggerakkan kakinya dan berdiri, rasa sakitnya sudah hilang meski masih agak ngilu sedikit. “udah nggak, Mbok…dipijitin Abah sih…”. “iyaa, kata Mas Dirman, neng Lina hingga ketiduran gara-gara dipijit kakinya”. “iyaa, Mbok..habis yummy siih..”, ujar Lina senyum-senyum sendiri. Bukan ketiduran gara-gara dipijet, tapi gara-gara disodok-sodok, pikir Lina. “yaudah ya, Mbok…jangan lama-lama makanannya..hehe”. “beres, neng..”. Lina menyudahi pembicaraannya. Lina gres sadar kakinya sudah agak mendingan, tidak terlalu nyeri menyerupai sebelumnya. “pasti Abah mijitin kaki gue pas gue tidur”, ujar Lina berbicara sendiri. Meski kakinya terasa agak mendingan, tapi ada belahan lain yang terasa lebih ngilu yaitu kawasan selangkangannya. Tapi, rasa ngilu itu tidak terlalu terasa alasannya Lina sedang duduk. Lina bersenandung sambil terus menyisir rambutnya. Entah darimana, Lina merasa senang sekali, tak sabar menantikan kedatangan Dirman. Lina hanya tahu satu hal, Dirman ialah satu-satunya laki-laki yang bisa memperlihatkan kepuasan batin yang begitu maksimal dari semua laki-laki yang tidur dengannya. Tubuhnya benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh pengurus sawah ayahnya itu. Meski selangkangannya jadi terasa agak ngilu, Lina ingin sekali mencicipi sensasi sodokan-sodokan Dirman lagi. Terngiang-ngiang sensasi nikmat dari sodokan penis Dirman menciptakan Lina semakin tak sabar menunggu laki-laki bau tanah yang tadi telah menyetubuhinya itu. “tok tok tok !!”. “iyaa sebentar !!”, jawab Lina dengan agak berteriak. “adu duu hh..”, rasa ngilu terasa di sentra kawasan intimnya ketika ia ingin berjalan cepat menuju pintu. Lina pun berjalan pelan dengan kaki agak terbuka dari biasanya. “eh, Abah…udah Lina tungguin dari tadi..”. “iya..aa, non..maaf lama..”, Dirman merasa jadi canggung berhadapan dengan majikannya apalagi hanya handuk mini yang melilit di badan Lina. Ekspresi wajah Lina tak kelihatan kesal atau murka malah kelihatan senang. Masih segar ingatan Dirman akan badan indah Lina yang tak tertutup apa-apa sehingga Dirman memandang Lina seolah tembus pandang, tahu bagaimana bentuk dan setiap lekuk badan Lina meski tertutup handuk. “ayo, Bah..Lina udah mau mati nih…hehe..”. Dirman pun pribadi ke dapur dan segera kembali dengan piring penuh dengan nasi. Lina yang duduk di dingklik meja makan pun pribadi mendapatkan piring dari Dirman dan pribadi menuang banyak sekali lauk yang ada di rantang yang tadi di bawa Dirman ke beberapa piring kosong yang memang sengaja disediakan di atas meja makan. “ayo, Bah..kita makan yuuk…”. “gak usah, non…non Lina aja yang makan..”. “ayoo dong, Bah…kita makan bareng..masa Lina makan sendirian..”. “ng..nggak usah, non..”. Dirman benar-benar merasa tak yummy kepada Lina. Padahal tadi ia telah mengambil laba dari tubuhnya dan memperkosanya, tapi kenapa majikannya masih tetap baik malah menyerupai tak terjadi apa-apa, pikir Dirman. “ayoo dong, Bah…kalo Abah gak makan, Lina murka nih..”, ujar Lina dengan nada agak manja. “i..i..iya deh non..”. Dirman pun pergi ke dapur untuk mengambil nasi dan ikutan makan dengan Lina. Gadis manis itu makan dengan lahap. “aahh kenyaaang !!!”. Dirman tak berani menatap mata Lina, rasa bersalah dan takut gara-gara kejadian itu meski Lina tak memperlihatkan ekspresi marah. “non Lina..”. “iya, Bah ?”. Dirman pribadi sujud di kaki Lina. “maaf..maafin Abah, non…Abah bener-bener minta maaf..Abah rela dipecat, non…tapi tolong jangan laporin Abah ke polisi…”, pinta Dirman memelas dengan nada bunyi orang yang hampir menangis. “diri, Bah…”, ujar Lina sambil berdiri. Dirman benar-benar takut akan dilaporkan ke polisi oleh gadis manis yang ada di hadapannya alasannya telah memperkosanya. Dirman berdiri dan memberanikan diri mengangkat kepalanya untuk memandang mata Lina. “gak apa-apa kok, Bah..”, jawab Lina dengan senyuman manis menghiasi wajahnya. “ha ? apa, non ?”, tanggapan yang sama sekali tak diduga-duga menciptakan Dirman menjadi bingung. Sambil tersenyum, Lina membuka lilitan handuknya. Handuk itu pun pribadi lolos turun ke bawah. Tubuh telanjang Lina sempurna berada di depan Dirman. “iya, Bah..Lina gak murka kok…”, jawab Lina, nada suaranya begitu manja, menyerupai seorang istri yang sedang ingin bermanja-manjaan dengan suaminya. Dirman masih tak percaya, semuanya berjalan terlalu lancar bagaikan mimpi saja, Dirman sama sekali tak pernah membayangkan keadaan ini dimana dengan keadaan sadar, Lina telanjang lingkaran di hadapannya. “non Lina bener-bener gak murka ?”. Lina tersenyum, ia menuntun kedua tangan Dirman ke belakang tubuhnya dan menaruh di bongkahan pantat kanan dan kirinya kemudian mengalungkan kedua tangannya ke leher Dirman. “beneer, Abah…malaahh…”, nada bunyi Lina kini berubah menjadi sangat ‘memancing’. Lina mendekatkan bibirnya ke kuping Dirman. “kalau Abah mau lagi..Lina gak keberatan kok..”, bisik Lina menggoda. Ucapan yang terlontar dari verbal Lina terdengar begitu merdu di pendengaran Dirman, menyerupai nada-nada lagu yang sangat indah. “bener, non ?”, Dirman masih tak percaya padahal jelas-jelas kedua tangannya menggenggam pantat molek gadis manis itu. “Abah masih gak percaya ?”. Tanpa ba-bi-bu, Lina menempelkan bibirnya ke bibir Dirman yang agak hitam. “eeemmhh..emmhhh..ccpphhh”. Keduanya saling pagut, saling bergantian melumat dan menghisap bibir satu sama lain. Memang beda rasanya kalau cipokan dengan gadis yang masih muda dan sangat cantik, bibirnya terasa lembut dan menyerupai ada rasa buah anggur di bibirnya, pikir Dirman. Lina pun tak bergerak membiarkan bibirnya dipagut, dilumat, dihisap, dan dikulum habis-habisan oleh laki-laki bau tanah yang ada di hadapannya sekarang. Sesekali Lina menjulurkan lidahnya untuk menjadi ‘makanan’ Dirman. Enak sekali rasanya mencumbu bibir yang begitu lembut dan empuk hingga Dirman tak mau berhenti melumat bibir Lina untuk waktu yang cukup lama. Lina pun tak berusaha melepaskan diri, ia begitu meresapi dan menikmati cumbuan Dirman bahkan hingga memeluk Dirman dengan sangat erat bagai memeluk kekasihnya saja. Tangan Dirman pun sudah mulai beraktifitas. Asik sekali Dirman meremas-remas berpengaruh bongkahan pantat Lina yang ada di genggaman tangannya. Tabokan dan cubitan pun dilayangkan Dirman ke pantat Lina yang memang empuk, sekel, padat, dan kenyal sehingga tak heran kalau Dirman jadi begitu gemas dibuatnya. Ternyata ini arti mimpinya kemarin, mimpi ketiban durian runtuh. Dirman kira itu artinya ia akan mendapatkan rejeki nomplok, tapi rupanya bidadari nomplok. Tak ada rezeki yang lebih baik dari sex gratis dengan gadis muda nan manis yang mau disetubuhi dengan senang hati tanpa paksaan sedikit pun, pikir Dirman. Dirman pun menarik bibirnya sehabis sangat puas mencumbu Lina. Keduanya megap-megap kekurangan oksigen. Lina dan Dirman saling menatap mata satu sama lain. Pandangan mata Lina ialah pandangan perempuan yang sudah ‘on fire’, siap untuk digempur habis-habisan. Pandangan mata Dirman pun memperlihatkan kalau ia sudah tak sabar ingin merengkuh kenikmatan dari badan gadis manis yang ada di hadapannya. Tak sabar ingin menggeluti badan indah Lina untuk kedua kalinya, tidak, mungkin hingga 3x, tidak, pokoknya hingga burungnya tak bisa lagi berdiri dan persediaan sperma di kantung zakarnya habis tak bersisa. Sementara itu, telah terjalin suatu chemistry antara alat kelamin Lina dan Dirman. Vagina Lina menyerupai kutub utara sementara burung Dirman bagai kutub selatan yang membentuk medan magnet yang membuatnya saling tarik menarik dan ingin bertemu. Vagina Lina tak sabar ingin mencicipi panjang dan diameter dari tongkat Dirman dan penis Dirman tak mau menunggu lagi untuk mencicipi kehangatan dan sempitnya celah kecil yang ada di tengah-tengah selangkangan Lina. Karena sudah mengantongi izin, Dirman pribadi menggendong Lina dan membawanya masuk ke dalam kamar. Tak beberapa usang kemudian, bunyi ranjang yang bergerak-gerak serta desahan, lirihan, dan rintihan keduanya pun terdengar dari dalam kamar. Hanya ada mereka berdua di dalam rumah itu sehingga mereka bisa mengekspresikan kenikmatan yang sedang mereka rasakan sesuka hati. Entah berapa jam sudah Lina dan Dirman berada di dalam kamar. Keduanya tak keluar-keluar kamar sedari tadi. Bahkan turun dari ranjang pun keduanya tak mau. Bagai malam pertama, Lina dan Dirman layaknya sepasang pengantin gres yang sedang bersetubuh dengan penuh gairah dan nafsu yang sangat menggelora. Dirman merasa nafsunya tak menurun malah semakin naik melihat Lina yang terkulai pasrah di hadapannya. Lina pun merasa puas, senang, dan ingin lagi dan lagi untuk disetubuhi Dirman. Sodokan-sodokan Dirman benar-benar menciptakan Lina mabuk dalam kenikmatan. “non Lina…”, bisik Dirman yang sedang memeluk Lina dari belakang alasannya sedang istirahat. “iyaa, Bah ?”, jawab Lina dengan nada manja. “boleh minjem telpon sebentar ?”. “iyaa, Bah..ada di meja rias..”. Dirman pun turun dari ranjang dan mengambil hp Lina. “halo, Mbok ?”. “halo, ini siapa ?”. “ini Mas, Mbok”. “oh Mas Dirman, ada apa ?”. “Mas nginep di rumah non Lina..dia takut sendirian..”. “oh ya udah..inget Mas, jangan macem-macem ama neng Lina..”. “iya, Mbok..”. Dirman pun menutup telpon dan menaruhnya kembali di tempat semula. “iih..Abah boong ke Mbok..”, ledek Lina. “hehe…bosen tidur bareng Mbok..enakan tidur ama non Lina…”. “iih Abah porno iih..”. “hehe…”. Dirman pun memandangi Lina. Tubuhnya berkemilauan terkena cahaya alasannya keringat ditambah air liur Dirman. Belum lagi selangkangan Lina yang belepotan sperma laki-laki bau tanah itu. Tak disangka, gadis kecil yang dulu dijaganya kini berubah menjadi perempuan yang sangat manis dan begitu montok. Dirman pun merasa ia sedang mengambil haknya, upahnya untuk mengambil laba dari badan Lina yang dijaganya. “Abah kok ngeliatinnya gitu sih?”, Lina akal-akalan menutupi kedua buah payudara dan vaginanya dengan kedua tangannya. “hehe..pake ditutupin segala, non…”. Lina pun tersenyum dan membuka kedua tangannya ke atas menyerupai orang yang sudah siap dipeluk. “sini, Bah…”, ajak Lina dengan sangat menarik hati yang sudah siap ‘menerima’ Dirman. Tak perlu dipaksa, Dirman pribadi menomplok Lina dan menggumuli gadis manis itu hingga larut malam, hingga staminanya habis dan tongkatnya tak bisa berdiri lagi, habis sudah persediaan spermanya menyerupai niat Dirman pada awalnya. Keduanya tidur dalam berpelukan, tidur mereka benar-benar pulas alasannya kecape’an, tapi ekspresi wajah mereka memperlihatkan kepuasan yang tiada tara. Hari-hari dilalui Dirman dan Lina dengan penuh kebahagiaan dan penuh kesenangan. Lina pun tetapkan untuk menggunakan pakaian menyerupai ibu-ibu petani lainnya supaya benar-benar meresapi menjadi ibu petani. Pagi-siang Dirman melaksanakan kewajibannya untuk mengajari Lina. Sore-malam Dirman meminta haknya kepada Lina yang dengan senang hati melaksanakan kewajiban lainnya dari ibu petani yaitu memperlihatkan tubuhnya kepada bapak petani, yang tak lain dan tak bukan ialah Dirman, untuk ‘digarap’ sesukanya. “iih, Abah…maen ngintip aja..”, canda Lina ketika Dirman membuka lipatan kain Lina untuk melihat isinya. “hehe…Abah pengen liat aja..”. “tapi jangan di sini, Bah..ntar keliatan orang..”. “iyaa deh non..hehe..”. Dirman benar-benar senang mengusili Lina alasannya Lina tak pernah murka meskipun ia sering iseng menyelipkan tangan ke dalam baju dan kain Lina untuk menyentuh ‘onderdil’ gadis manis itu ketika sedang istirahat di saung. Tak ada yang tahu kegiatan mereka berdua selain di sawah. Hanya handycam Lina yang menjadi saksi bisu yang meliput kegiatan Lina di sawah dan aktifitas panasnya di ranjang bersama Dirman. Lina pun tak sabar ingin memperlihatkan rekamannya kepada teman-temannya yang sama ‘gila’ dengan dirinya.

0 Response to "Birahi Di Tengah Sawah"

Posting Komentar