Selingkuh itu indah, mungkin istilah itu memang cocok bagiku. Sebut
saja namaku Linda (samaran). Aku saat ini bekerja sebagai seorang senior
marketing di suatu perusahaan multinasional yang berkantor di salah
satu gedung di kawasan Jakarta Selatan. Usiaku saat ini 31 tahun. Aku
sudah berkeluarga dengan satu anak yang baru berumur 2 tahun, Rio. Ia
sedang lucu-lucunya.Suamiku, sebut saja Mas Edi, bekerja sebagai seorang
junior manager di salah satu perusahaan swasta di kawasan CBD dekat
Semanggi.
Aku dan suamiku saat ini sudah mampu memiliki rumah
sendiri di kawasan Cimanggis. Dengan kesibukan kami masing-masing,
praktis waktu kebersamaan kami hanyalah dua hari dalam satu minggu,
yakni hari Sabtu dan Minggu. Untuk itu kami memanfaatkan waktu
kebersamaan sebaik-baiknya.
Bagiku hubungan seks dengan suami
tidak mengutamakan kuantitas. Kualitas jauh lebih penting, karena dengan
kualitas hubungan yang baik maka kenikmatan yang aku peroleh justru
sangat maksimal. Jadi dalam hal hubungan seks, antara aku dan suamiku
tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah kadang-kadang aku
berfantasi ingin melakukan hubungan seks dengan orang dari kalangan
lower class!! Aku sering berfantasi dan sangat terobsesi untuk
berhubungan dengan orang yang memiliki gairah liar. Hal ini disebabkan
karena suamiku selalu memperlakukanku dengan lembut. Itulah masalahnya!!
Aku
sering membayangkan bagaimana rasanya berhubungan badan dengan
orang-orang yang kasar. Mungkin ini semacam fantasi liarku yang
terpendam. Ini mungkin timbul dari keadaanku yang sejak kecil selalu
bergaul dengan perempuan! Soalnya dari keluargaku semuanya terdiri dari
anak perempuan! Dari tiga bersaudara sekandung aku merupakan anak
pertama, kedua adikku perempuan dan sejak aku berumur 16 tahun ayahku
meninggal sehingga praktis kami berempat termasuk ibuku perempuan semua
dalam satu rumah. Begitu pula saat bekerja, di kantorku jumlah karyawan
terbanyak adalah perempuan! Karyawan laki-laki hanya beberapa orang
termasuk satpam, sopir serta office boy.
Kata orang
penampilanku sangat menarik! Aku tidak menyombongkan diri memang
begitulah kenyataannya. Kulitku putih bersih. Ukuran tubuhku sangat
ideal menurut pendapatku. Tinggi badanku 165 cm dan berat badanku 55 kg,
dan ukuran dadaku 36B. Dengan keadaan fisik seperti ini tidak sulit
bagiku untuk menaklukkan lelaki yang kuinginkan.
Di kantorku ada
satu orang office boy yang membuatku tertarik akan kejantanannya. Orang
itu namanya Parjo, berasal dari Tegal, satu kampung denganku. Ia baru
berusia 21 tahun. Orangnya tinggi besar dan wajahnya lumayan ganteng.
Hal yang membuatku kadang terpesona oleh kejantanannya adalah bau
keringatnya yang menyengat dan asli khas bau lelaki. Aku kerap kali
membayangkan bagaimana bila aku disetubuhi olehnya. Aku sering kali
memimpikan bahwa memekku digenjot oleh batang kontolnya yang dari luar
celananya tampak menggembung menandakan besarnya isi yang ada
didalamnya. Inilah salah satu fantasi liarku, yaitu disetubuhi oleh
orang yang kasar seperti dia. Aku mudah saja dekat dengannya karena kami
berasal dari satu kabupaten hanya beda kecamatan.
Sebagai seorang Senior Marketing aku menempati ruang khusus sebagai kantorku. Pembaca jangan membayangkan kalau ruang khusus di kantorku ruangnya
tertutup sama sekali. Tidak, ruang kantorku sebenarnya mirip-mirip aula
yang luas! Cuma disekat-sekat dengan partisi. Ruang khusus yang
kumaksudkan adalah dalam satu ruangan yang disekat partisi dengan luas
kira-kira 2,5 x 2 m hanya diperuntukkan bagiku. Karyawan lain yang
tingkatannya masih di bawahku biasanya menempati satu ruang yang disekat
secara bersama-sama sekitar 3 atau 4 orang dalam satu ruangan. Dengan
demikian aku mempunyai lebih banyak privacy di kantorku ini.
Aku
kerap kali membuka-buka internet terutama saat-saat istirahat pada
jam-jam menjelang kerja lembur. Soalnya dengan membaca kisah- kisahnya
fantasiku bisa melayang sesuai dengan alur cerita yang dibawakan si
penulis! Aku tak peduli kalau itu kisah nyata atau cuma karangan si
penulis.. Yang penting bagiku bisa memuaskan imajinasiku, titik! Oh ya..
Karena kesibukanku, aku kerap kali harus bekerja lembur sore hari
hingga sampai jam 20.00 aku baru keluar kantor. Dalam satu minggu,
mungkin aku kerja lembur selama 3 hari. Bagiku lembur lebih baik
dibandingkan harus terkena macet di jalan yang tiap hari selalu
menghantui Jakarta. Yach.. Dari pada waktu terbuang karena macet di
jalanan, mendingan kerja lembur bisa dapat tambahan uang belanja, iya
kan?
Suatu sore, seperti biasanya saat menjelang lembur aku mulai
asyik membuka-buka kisah-kisah erotis di situs ini. Suasana kantor sudah
mulai sepi karena karyawan sudah mulai meninggalkan tempatnya
masing-masing. Hal ini sudah biasa bagiku dan tidak menjadi sesuatu yang
istimewa sehingga aku cuma menyahut kecil saat satu-demi satu
rekan-rekanku pamitan mau pulang duluan.
Aku mulai terangsang saat
membaca kisah- kisah yang benar-benar erotis. Ingatanku jadi melayang
pada fantasi liar yang selalu mengobsesiku. Entah karena kebetulan atau
memang nasib sedang mujur.. Ternyata office boy yang menjadi incaranku
saat itu sedang membersihkan ruang meeting yang besok pagi akan
digunakan untuk rapat evaluasi bulanan. Ruang meeting itu persis berada
di samping ruanganku sehingga saat si Parjo lewat, keringatnya yang
baunya menusuk sempat tercium olehku. Fantasiku kian menggelora begitu
mengendus aroma keringatnya itu.
Aku segera mencari akal bagaimana
caranya agar si Parjo mendekatiku. Akhirnya aku punya akal untuk
menyuruhnya membersihkan ruanganku yang sengaja kubuat berantakan. Ini
kumaksudkan agar Parjo berada dekat denganku dan aku bisa terus
mengendus keringatnya yang seksi itu.
Dengan patuh akhirnya Parjo
datang juga ke ruanganku dan mulai membereskan tempatku yang memang
berantakan. Aku masih tetap membuka situs ngeres ini sambil menghirup
aroma keringatnya yang semakin menyengat saat ia mulai bekerja. Aku
sempat meliriknya saat ia mencuri-curi pandang ke arah pahaku yang
setengah terbuka. Aku memang memakai rok pendek sehingga pahaku yang
putih jenjang kelihatan sangat indah dan sangat kontras dengan rok
pendekku yang berwarna gelap. Parjo memalingkan wajahnya dengan malu
saat kutangkap basah mencuri- curi pandang ke arah pahaku.
Aku
tetap pura-pura sibuk melihat monitor sambil membaca cerita erotis yang
tersaji di depanku. Parjo yang sedang berjongkok membersihkan kolong
mejaku tampak berhenti bergerak. Dengan sudut mataku kulihat ia sedang
memperhatikan kedua pahaku dari kolong mejaku. Kubiarkan saja hal itu
terjadi. Iseng-iseng aku menggodanya agar ia pusing sendiri melihat
keindahan pahaku.
Aku tidak menduga kalau ternyata Parjo seberani
itu. Tiba-tiba aku merasa ada benda hangat menyentuh pahaku yang
setengah terbuka. Aku tercekat mendapati ia senekat itu, padahal sempat
kudengar masih ada suara orang lain yang sedang bercakap-cakap di ruang
sebelah. Ternyata masih ada dua orang kolegaku yang belum keluar. Mereka
sedang bersiap-siap pulang dan sedang berjalan mendekat ke ruanganku
untuk pamitan. Aku tidak berani berteriak saat tangan Parjo yang nakal
mulai menggerayangi pahaku dari kolong mejaku. Aku hanya berusaha
mengatupkan kedua pahaku agar tangannya tidak bergerak terlalu jauh. Aku
menggigit bibirku menahan geli saat tangannya yang kasar mengelus-elus paha bagian dalamku dan tangannya yang terjepit kedua pahaku berusaha bergerak- gerak ke atas.
“Mbak Linda.. Mau lembur lagi” terdengar suara Ida salah seorang staf bagian purchasing menyapaku dari luar ruangan. “Ehh.. Ii.. Iya habis buat persiapan meeting besok” aku tergagap menjawab pertanyaannya.
Aku
khawatir kalau-kalau si Ida dan Dewi yang saat itu belum pulang masuk ke
ruanganku dan tahu apa yang terjadi. Yang kurang ajar lagi, ternyata
tangan Parjo terus memaksa bergerak ke atas hingga aku tak mampu
menahannya lagi. Kini tangannya sudah mulai meraba dan meremas vaginaku
dari luar CD nylonku. Aku yang tadi sudah terangsang karena bacaan
cerita ngeres semakin terangsang lagi dengan perlakuan Parjo itu.
“Kita pulang duluan ya Mbak.. Sampai ketemu besok! Salam buat Rio si kecil”. Suara Dewi sedikit melegakanku, karena kekhawatiranku kalau mereka akan
nyelonong ke ruanganku tidak terjadi. Mereka berdua langsung keluar
ruangan. Kini di kantor hanya tinggal aku dan Parjo yang saat itu masih
sibuk meremas vaginaku dari luar CD-ku.
Aku yang sudah sangat
terangsang tidak dapat menolak lagi apa yang ia perbuat. Tanpa sadar aku
membuka kedua pahaku agak lebar. Mendapat angin seperti itu, jari Parjo
yang nakal segera menyusup ke dalam CD- ku dan mulai mengorek-ngorek
lubang vaginaku yang sudah mulai basah. Napasku sudah mulai memburu
menahan gejolak yang mulai mendesak.
Konsentrasiku membaca sudah
mulai hilang karena pandangan mataku mulai kabur menerima rangsangan
Parjo. Kini bukan hanya tangannya yang aktif bergerilya di
selangkanganku yang sedikit terbuka. Lidah Parjo pun mulai bergerak
menjilati kedua pahaku sambil bersimpuh di depan kursiku. Rok pendekku
dipaksanya terbuka hingga pahaku semakin terbuka.
Lidah Parjo yang
panas menggelora mulai bergerak-gerak liar menyapu seluruh permukaan
kulit pahaku yang sangat sensitif. Tubuhku semakin menggigil menahan
geli saat lidahnya menyusuri kulit pahaku disertai dengan
gigitan-gigitan kecil.Gila, Parjo rupanya tahu kalau aku sedang membuka
cerita ngeres saat ia masuk dan kusuruh membersihkan ruanganku sehingga
ia berani berbuat kurang ajar padaku. Aku sebetulnya tadi cuma menggoda
saja. Aku tidak menduga kalau akan sejauh ini.
“Jo.. Jang.. anhh”
aku mendesis tapi tidak berani berteriak karena takut kalau ada orang
yang mendengar. Namun Parjo rupanya sudah kesetanan. Pantatku ditariknya
ke bawah hingga aku terduduk di ujung kursiku. Hal ini memudahkan Parjo
menyingkap rokku dan menarik CD-ku hingga ke lututku. Tanpa membuang
waktu, Parjo mengangkat kedua pahaku dan mementangkannya di atas
kepalanya. Wajahnya menyuruk ke selangkanganku dan lidahnya menghunjam
ke dalam lubang vaginaku yang sudah sangat basah. Aku tak mampu bergerak
lagi. Tangannya yang kokoh memegang erat kedua pahaku hingga tak bisa
lagi bergerak. Aku takut memberontak karena aku sudah duduk di ujung
kursi, jadi kalau bergerak dengan keras aku mungkin bisa jatuh.
Aku hanya pasrah dan menikmati saja apa yang seharusnya tidak boleh kulakukan. Aku memang terobsesi bercinta dengan orang kasar seperti dia, namun itu
hanya sebatas fantasi liarku. Aku tidak ingin mengkhianati suamiku.
Desakan birahi semakin menyergapku saat lidah Parjo menyeruak masuk ke
dalam lubang vaginaku dan bergerak kasar menggesek-gesek menggelitik
lubang vaginaku. Lidahnya yang kasar bergerak liar semakin dalam ke
dalam lubang kemaluanku. Nafasnya yang menggemuruh kurasakan menghembus bibir vaginaku.
Mataku mulai berkunang-kunang menahan gejolak nafsuku yang kian meledak-ledak. Perutku sudah mulai kejang karena bibir Parjo mulai menyedot-nyedot
itilku yang sudah sangat membengkak. Aku hampir saja mencapai orgasme
saat tiba-tiba telepon di mejaku berdering.
“Jo.. Stop.. Stopp”
Seolah-olah tersadar akan keadaanku, aku segera berteriak keras
menghentikan aktivitas Parjo. “Ma.. Maaf Bu..” ujarnya.
Mungkin
karena takut aku akan berteriak, Parjo segera berhenti dan langsung
keluar ruanganku serta menghilang ke dalam meeting room. Aku segera
membereskan pakaianku yang acak-acakan dan mengatur napas sebelum
mengangkat telepon.
“Halloo..” sapaku di telepon. “Mah.. Ini aku
Edy! Mau pulang sama-sama enggak?” terdengar suara suamiku di seberang
sana. “I.. Iya.. Aku tunggu Pah..” akhirnya aku memutuskan untuk jadi
lembur hari itu. Aku merasa bersalah dengan suamiku. Untung saja
tadi suamiku menelepon hingga aku tidak berbuat terlalu jauh dengan si
Parjo. Untuk menutupi rasa bersalahku sekaligus menuntaskan apa yang
tadi telah dimulai oleh Parjo, malam itu aku mengajak suamiku
bermain cinta. Aku melayani suamiku secara total. Kami yang biasanya
bermain cinta sekali, malam itu aku meminta suamiku menyetubuhiku
hingga tiga kali. Gila! Untung saja suamiku tidak terlalu curiga dengan
keganjilan ini. Hari ini aku selamat dari perbuatan selingkuh.
Waktu
berjalan begitu cepat. Tak terasa sudah hampir satu bulan sejak
kejadian waktu aku hampir saja mengkhianati suamiku dengan kejadian di
ruangan kantorku. Aku pun sudah mulai dapat melupakan kejadian itu
soalnya selama ini aku juga hampir tidak pernah melihat Parjo. Aku pun
tidak berusaha ingin mengetahui keberadaannya.
Kira-kira satu minggu
menjelang bulan puasa kegiatanku semakin bertambah sibuk. Aku harus
banyak mempersiapkan kegiatan promosi menjelang penjualan untuk hari
raya lebaran nanti. Untuk itu aku banyak melakukan lembur seperti
biasanya.
Aku masih ingat saat itu hari Kamis tanggal 7 Oktober,
aku seperti biasanya lembur di kantor. Saat itu yang ada di kantor
hanyalah aku dan Ida yang juga sedang lembur menyelesaikan tugasnya.
Kira-kira pukul 18.00, Ida mendatangi ruanganku dan mengajakku pulang
bersama-sama, namun aku yang masih harus menyelesaikan beberapa laporan
memintanya untuk pulang duluan, sehingga praktis di kantor hanya tinggal
aku sendirian. Aku tidak takut karena sudah terbiasa, lagi pula ada
security yang selalu berjaga-jaga di lobby bawah di lantai satu.
Entah
karena ruangan AC yang dingin atau mungkin karena sejak sore tadi aku
belum ke rest room maka aku merasa ingin sekali buang air kecil. Karena
desakan itu aku pun meninggalkan ruanganku dan pergi ke rest room yang
letaknya di luar ruangan kantor namun masih satu lantai dengan kantorku.
Karena aku yakin sudah tidak ada orang lain, maka aku melepas CD-ku dan
memasukannya ke tasku sebelum ke rest room. Hal ini kulakukan agar
mudah melepas hajatku nanti. Praktis saat itu aku tanpa mengenakan CD
saat pergi ke rest room. Toh rok pendekku cukup tebal, jadi kalau pun
masih ada orang tidak bakalan ketahuan, pikirku.
Keadaan memang
sepi di kantor. Saat aku melewati koridor di samping kantorku pun tidak
tampak ada satu orang pun di sana. Aku lalu masuk ke rest room dan
menutup pintu kemudian langsung menghambur masuk ke salah satu toilet
yang berjajar di sana. Aku merasa lega sekali setelah hajatku yang
sedari tadi merongrongku terlepas sudah. Kini aku bisa kembali bekerja
dengan tenang.
Saat itu aku sedang merapikan pakaianku di depan cermin di ruangan rest room. Aku terkejut setengah mati saat aku tersadar bahwa ternyata di rest
room sudah ada orang lain selain diriku. Yang lebih mengejutkan ternyata
orang itu adalah Parjo yang sedari tadi memperhatikan diriku saat
mematut diriku di depan cermin.
Belum sempat hilang rasa
terkejutku, Parjo sudah mendatangi dan langsung memeluk tubuhku. Aku
yang termasuk sudah cukup tinggi untuk ukuran wanita ternyata masih
terlalu kecil bila dibandingkan dengan Parjo. Mungkin tingginya sekitar
175-an lebih karena ternyata tinggi tubuhku hanya sebatas hidungnya
saja. Selain tinggi, tubuh Parjo sangat kekar dan tegap hingga aku tak
mampu bergerak saat kedua tangannya yang kokoh menyergapku.
Didekapnya
tubuhku erat-erat dengan kedua lengannya yang kokoh. Kemudian sambil
sedikit menundukkan kepalanya, bibir Parjo yang tebal mulai menyentuh
bibirku. Lidahnya mulai menerobos bibirku dan mencari-cari lidahku.
Napasnya mendengus dengus menggebu-gebu. Aku tidak mampu menghindar
karena tubuhku terjepit lengannya yang begitu kokoh.
“Hmmngghh..
Ughh..”, saat lidah Parjo dapat menemukan lidahku, ia mulai mengerang
dengan suara yang benar-benar maskulin. Aku yang tadinya berusaha
meronta-ronta, mulai berdesir darahku mendengar erangan maskulinnya itu.
Aku
merasa betapa dekapan Parjo begitu ketat menarik tubuhku hingga tubuhku
dan tubuhnya berhimpitan sangat ketat. Aku dapat merasakan ada benda
yang mengganjal di perutku dari balik celana Parjo. Tangan Parjo yang
mendekapku mulai bergerak nakal. Satu tangannya mulai meremas buah
pantatku dari luar rok ketatku sedangkan tangan satunya sangat ketat
mendekap punggungku.
Aku mulai terangsang saat lidah Parjo yang
bergerak liar di dalam mulutku mulai mendorong-dorong lidahku dan
tangannya yang tadinya meremas-remas buah pantatku mulai menyingkap
rokku ke atas. Rokku ditariknya ke atas hingga pantatku yang tidak
tertutup CD segera tersentuh langsung oleh telapak tangannya yang
kasar.Aku menggerinjal karena tangannya yang kasar terasa geli di
pantatku yang halus.
“Hhsshh.. Oughh..” tanpa sadar aku
sedikit melenguh karena tangan kasar Parjo meremas buah pantatku yang
terbuka dengan gemasnya. Napasku mulai memburu dan gairahku mulai
terusik. Apalagi bau keringat Parjo yang menusuk sangat maskulin dalam
penciumanku.
“Ja.. Jangan.. Joo.. Ohh.. Sshh” antara sadar dan
tidak aku masih sempat meronta dan mulutku masih mencoba mencegah
perbuatan Parjo lebih jauh. Namun seolah tak peduli dengan desisanku
atau mungkin karena penolakanku tidak begitu sungguh sungguh, Parjo
tetap saja merangsekku dengan serbuan-serbuan erotisnya.
Lidah
Parjo terus saja menjilat-jilat mulutku dan turun ke daguku. Aku semakin
gelisah menerima rangsangan ini, apalagi tangan Parjo yang tadinya
meremas remasa pantatku kini bergeser ke depan dan mulai
mengelus-elus daerah perut di bagian bawah pusarku. Tubuhku
bergoyang-goyang kegelian menahan serbuan tangan nakal Parjo yang sudah
mulai merambah daerah selangkanganku.
“Joo.. Jang.. Jangannhh.. Ohh..” aku semakin mendesis antara menolak dan tidak.
Tangan
Parjo yang nakal semakin liar mengaduk-aduk daerah sensitifku. Mulutnya
kian gencar menyedot-nyedot leherku. Seolah tak peduli dengan
rengekanku, Parjo terus saja bergerak. Kini tangannya bahkan mulai
meremas-remas labia mayoraku yang sudah mulai basah berlendir.
Tubuhku
tersentak saat jari tangan Parjo mulai menyusup ke dalam labia mayoraku
dan mulai mengorek-korek tonjolan kelentitku. Digerakannya jarinya
berputar putar menggesek kelentitku. Kakiku seolah sudah tak bertenaga
hingga tubuhku sudah tersandar sepenuhnya di pelukan Parjo. Sambil terus
memutar-mutar jarinya di tonjolan kelentitku, Parjo mulai mendorong
tubuhku dan diangkat untuk didudukkan di atas toilet rest room yang
dingin itu. Aku yang sudah mulai pasrah hanya diam saja atas
perlakuannya.
Parjo lalu melepaskan jarinya dari selangkanganku
dan ia mulai berjongkok di hadapanku. Wajahnya berada dekat sekali
dengan selangkanganku yang terbuka lebar.
“Aw.. Ohh..” tubuhku
kembali tersentak saat tiba-tiba Parjo menyurukkan wajahnya ke
selangkanganku dan mulutnya menyedot-nyedot bibir kemaluanku.
Lidahnya
yang panas menerobos masuk di antara labia mayoraku dan mengais-ngais
daging hangat lubang vaginaku. Tanpa sadar aku meremas rambut Parjo yang
jabrik itu. Tanpa bicara, Parjo terus bekerja! Ya sedikit bicara banyak
bekerja!! Ini benar- benar tepat untuk keadaan Parjo saat itu. Lidahnya
kini mulai mempermainkan kelentitku yang sudah semakin mengembang.
Perutku mulai kejang karena menahan kenikmatan yang hampir meledak.
“Shh.. Ouhh.. Shh.. Ter.. Rushh Jo..” bibirku tak henti-hentinya berdecap menahan kenikmatan yang mulai naik ke ubun-ubunku.
Aku
yang tadinya berkata jangan, sekarang meminta Parjo untuk terus!
Tanganku tanpa sadar merengkuh kepala Parjo agar semakin ketat menempel
ke selangkanganku. Rupanya Parjo tahu kalau aku sudah hampir
mencapai orgasme. Lidahnya semakin gila mempermainkan kelentitku.
Bibirnya menyedot seluruh cairan yang semakin membuat vaginaku basah.
Aku hampir saja mencapai klimaks saat tiba tiba Parjo menarik
kepalanya dari selangkanganku. Aku hampir saja terjatuh dari dudukku
karena pantatku tanpa sadar bergerak maju mengejar wajah Parjo yang ditariknya.
Parjo
benar-benar mempermainkan aku. Saat aku sudah menjelang orgasme,
tiba-tiba ia menghentikan pekerjaannya yang belum tuntas. Napasku sudah
ngos-ngosan karena didera nafsu. Parjo yang sudah berdiri di depanku
mulai melepas gespernya dan memerosotkan celana sekaligus CD-nya hingga
ke lututnya. Aku benar-benar terkejut melihat kontol Parjo yang luar
biasa. Besar dan panjang.. Luar biasa. Aku ngeri melihatnya.
Jangan-jangan vaginaku bisa jebol dibuatnya. Benar-benar sesuai dengan
ukuran tubuhnya yang perkasa, kontol Parjo yang perkasa berdiri tegak
mengacung ke arah wajahku yang terpaku melihatnya.
Tanpa memberi
kesempatan padaku untuk berlama-lama melihat kont*lnya yang perkasa,
Parjo segera menarik tubuhku dan membaliknya. Kini aku berdiri menghadap
cermin. Kedua tanganku bertumpu di atas toilet yang tadi kududuki.
Tangan Parjo yang kekar mendorong punggungku sedikit membungkuk hingga
pantatku agak menungging. Lalu kedua kakiku digesernya agar lebih
membuka.
Bulu-bulu di tubuhku mulai merinding saat ada benda
hangat dan tumpul mulai bergesek-gesek di bibir kemaluanku mencoba
masuk. Lubang vaginaku yang sudah licin sangat membantu penetrasi yang dilakukan Parjo dari arah belakang.
“Oghh..”
kudengar Parjo menahan napas saat ujung kontolnya yang seperti topi
baja mulai terjepit labia mayoraku. Aku pun tak mampu bernapas karena
benda itu terasa sesak sekali mengganjal selangkanganku. “Hkk.. Hh.. Shh.. Ouchh” aku mendesis tercekat.
Parjo
agak kesulitan mendorong kontolnya masuk ke dalam lubang vaginaku yang
agak kesempitan menerima serbuannya. Aku sendiri heran, aku yang sudah
pernah melahirkan terasa seperti perawan saja saat ditembus batang
kontolnya. Terus terang ukurannya jauh lebih besar dibandingkan dengan
milik suamiku. Aku menjadi lupa diri saat itu. Yang kutahu aku harus
menuntaskan gairah napsuku.
Berkali-kali Parjo terus mendorong
batang kontolnya. Tanpa sadar aku ikut membantunya dengan menggeser
pantatku hingga kontol Parjo terdorong masuk. Tubuhku bergetar karena
seluruh lubang vaginaku seperti tergesek oleh besarnya kontol Parjo yang
baru masuk kira-kira setengahnya saja.
“Ouchh.. Hhahh..” aku berkali-kali pula mendesis menahan nikmat yang kembali naik ke kepalaku.
Dengan
pelan Parjo kembali menarik batang kontolnya dari jepitan lubang
vaginaku. Didorongnya lagi hingga bertambah dalam batang itu menerobos
masuk ke dalam lubang vaginaku yang sudah mulai bisa beradaptasi dengan besarnya kontol Parjo. Sekarang gerakan maju mundur batang kontol Parjo mulai lancar.
“Hugghh..”
kami sama-sama menahan napas saat kurasakan seluruh batang kontol Parjo
sudah masuk ke dalam jepitan lubang vaginaku hingga ke pangkalnya. Itu
aku rasakan karena pantatku menempel ketat pada kantung biji telur
kemaluan Parjo.Lubang vaginaku terasa berdenyut-denyut meremas batang
kontol Parjo yang memenuhi lubang vaginaku. Panjang sekali batang
kontolnya hingga mulut rahimku seolah-olah seperti tersodok benda
tumpul. Tubuh kami terdiam seperti terpatok satu sama lain oleh pasak
yang menyumpal lubang kemaluanku.
Tangan Parjo yang tadinya
memegang kedua sisi pinggulku mulai menyusup ke dalam gaunku dan
bergerak meremas kedua payudaraku. Tangannya yang kasar membuat tubuhku
menggelinjang saat meremas payudaraku yang sudah terlepas dari
BH-ku.Kait BH-ku memang ada di depan hingga mudah bagi Parjo melepas
penjepitnya.
Mataku terpejam menahan desakan napsu yang mulai
mendesak dari perutku. Dengan pelan Parjo mulai menarik batang kontolnya
dari jepitan lubang vaginaku lalu mendorongnya kembali. Tubuhku mulai
bergetar saat batang kontolnya menggesek gesek seluruh dinding vaginaku.
Sambil
berpegangan pada kedua payudaraku, Parjo terus mendorong dan menarik
pantatnya. Gerakan batang kontol Parjo dalam lubang kemaluanku semakin
lancar karena sudah banyak sekali cairan pelicin keluar dari lubang
kemaluanku. Mulut Parjo yang tak henti- hentinya menjilati kudukku
terasa semakin membuatku melayang ke awan tak bertepi.
Tangan
Parjo yang tadinya meremas payudaraku dilepasnya dan menarik wajahku
agar menengok ke belakang. Bibirku langsung dipagutnya dengan bibirnya
yang tebal begitu wajahku menoleh. Lidah Parjo segera didorong masuk ke
dalam mulutku dan mulai menggelitik rongga mulutku. Aku jadi ingat saat
membaca majalah porno yang dibawa suamiku dulu. Ini rupanya yang disebut
posisi 99. Baru kali ini aku merasakannya.
Posisi 99 dilakukan
dengan kedua pasangan menghadap ke arah yang sama, laki-laki di belakang
dan perempuan di depan. Penis laki-laki menusuk vagina atau anus si
perempuan dari arah belakang, sementara tangan si lelaki meremas-remas
payudara si perempuan dan keduanya saling berpagutan bibir. Indah
sekali!
Aku tidak pernah membayangkan kalau akhirnya aku melakukan
hubungan seks dengan posisi seperti ini. Tangan Parjo kembali menyusup
ke dalam gaun kerjaku dan mulai mengerjakan tugasnya meremas-remas kedua
payudaraku. Bibirnya memagut bibirku dengan lidahnya mendorong-dorong
lidahku. Sementara batang kontolnya terus menghunjam lubang vaginaku
tanpa ampun. Berkali-kali rambut kemaluan Parjo yang kasar seperti habis
dicukur menggaruk-garuk pantatku saat kontolnya melesak ke dalam lubang
vaginaku hingga ke pangkalnya. Aku pun berkali-kali mengerang tanpa
rasa malu-malu lagi. Aku memang selalu ribut kalau sedang bersenggama.
Tanpa harus diperintah, aku mulai menggoyangkan pantatku mengikuti irama tusukan kontol Parjo. Tubuhku mulai terhentak-hentak dan gerakan pantatku sudah tidak terkendali. Pantatku semakin cepat bergoyang dan mundur menyambut dorongan kontol Parjo hingga masuk sedalam-dalamnya ke dalam jepitan lubang vaginaku.
“Ter.. Rushh.. Joo.. Oohh” aku
terus mendesis-desis tak terkendali. Tubuhku seolah melayang dan ringan.
Parjo semakin cepat menarik dan mendorong kontolnya menghunjam lubang
vaginaku. Akutersentak. Perutku terasa kejang menahan desakan yang hampir meledak.
“Terushh Linn.. Terushh..” kudengar Parjo menggeram sambil menusuk-nusuk lubang vaginaku kian kencang.
Lalu
mulutnya kembali melumat bibirku dan tanpa dapat kutahan lagi tubuhku
berkelojotan melepaskan ledakan birahi yang sudah tidak terbendung lagi.
Aku menggigit bibir Parjo yang melumat bibirku. Pada saat yang sama,
tubuh Parjo pun menggeliat dan tersentak-sentak seperti penari
breakdance.Tubuh bagian bawah kami yang saling menempel menggeliat
secara bersamaan. Pantatku yang menempel ketat dan seperti terpaku pada
tulang kemaluan Parjo memutar tak terkendali.
“Arghh.. Shh..” seperti suar koor, kami berdua menggeram secara bersamaan.
Otot-otot
vaginaku berdenyut-denyut mencengkeram kontol Parjo yang tertanam
sepenuhnya didalamnya. Cratt.. Cratt.. Cratt.. Crat.. Crat.. Akhirnya
kontol Parjo mengedut-ngedut dan hampir lima kali menyemburkan
cairan hangat yang menyiram ke dalam mulut rahimku. Terasa begitu
kencang semburan air mani Parjo menyemprot dalam lubang vaginaku. Kami
terus bergerak hingga tuntas sudah air mani Parjo terperas denyutan
lubang vaginaku.
Akhirnya kami sama-sama terdiam lemas tak berdaya. Napas kami saling memburu. Denyut jantungku berdentum setelah bekerja keras memburu kenikmatan.
Aku yang kelelahan tak mampu bergerak lagi dan ambruk di atas toilet.
Kubiarkan saja kontol Parjo yang masih menancap erat dalam lubang
vaginaku. Tubuh Parjo pun ambruk menindihku. Pantatku tetap menempel
ketat pada tulang kemaluannya. Aku merasakan betapa banyak cairan air
mani yang disemprotkan Parjo kedalam lubang vaginaku hingga sebagian meleleh ke pahaku.
Perlahan-lahan
kontol Parjo mulai melembek dan akhirnya terlepas dari jepitan lubang
vaginaku dengan sendirinya. Beberapa saat kemudian Parjo bangkit dan
masuk ke WC. Kudengar suara gemericik air, mungkin ia sedang
membersihkan kontolnya yang lengket oleh cairan kami berdua. Ia juga
mengambil tissue dari WC dan kemudian membersihkan lelehan air maninya
yang membasahi pahaku dengan telaten. Beberapa kali ia mondar- mandir ke
WC mengambil tissue dan membersihkan semua cairan dari selangkanganku.
Geli sekali rasanya saat tangannya yang kasar dengan nakal meremas-remas
vaginaku saat membersihkan dengan tissue.
“Terima kasih Lin..
Sorry aku sudah tidak tahan ingin menikmati keindahan tubuhmu” ia tidak
lagi memanggilku dengan ibu tapi langsung namaku begitu saja. Aku hanya
terdiam. Aku sebenarnya menyesal juga telah melakukan pengkhianatan pada
suamiku. Tapi semua sudah telanjur. Aku hanya mengangguk saja saat ia meminta maaf untuk yang kedua kalinya.
Aku
merapikan pakaianku dan kembali ke ruanganku dengan langkah gontai
akibat kelelahan setelah bersetubuh sambil berdiri tadi. Parjo pun
segera membersihkan lantai dari lelehan air maninya yang tercecer di
rest room itu. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.30 malam
saat aku masuk ruanganku. Jadi hampir satu jam aku bersetubuh dengan
Parjo di rest room tadi. Aku masih sangat lelah hingga tak mampu lagi berkonsentrasi dengan pekerjaanku. Aku hanya terpaku di depan mejaku menatap layar monitor yang tetap menyala.
Aku tersentak dari lamunanku saat HP-ku berdering. Kulihat di layar ternyata suamiku menelpon.
“Hallo mah.. Kemana saja kamu? Dari tadi kutelepon kok tidak diangkat?” terdengar suara suamiku di seberang sana.
“Oh.. Eh.. Anu.. Tadi aku ke toilet.. Habis perutku rasanya mulas setelah makan siang” jawabku mencari alasan yang tepat.
“Tapi.. Kamu enggak apa- apa kan?” terdengar suara Mas Edy agak khawatir
“Enggak apa-apa kok pah..” jawabku.
“Ya sudah kalau enggak apa-apa.. Mau pulang bareng enggak?” kata suamiku lagi.
“Enggak ah.. Aku masih mau lembur soalnya laporan musti selesai malam ini juga” aku yang memang berniat mau meneruskan pekerjaanku meminta suamiku tidak usah menjemputku.
Aku kembali menatap
monitor yang menyala di depanku. Pikiranku belum bisa diajak
berkonsentrasi. Aku sangat merasa bersalah telah mengkhianati suamiku
yang begitu mencintaiku. Di sisi lain aku merasa ada rasa aneh saat
mengingat kejadian tadi. Pikiranku masih melayang ke tempat lain saat
ada tangan kuat memelukku dari belakang. Aku kembali tersadar dari
lamunanku.
“Eh.. Su.. Sudah Jo.. Jangan lagi” aku berusaha berontak setelah aku tahu bahwa pemilik tangan kekar itu ternyata Parjo yang memelukku dari belakang.
“Enggak apa-apa Lin.. Aku sayang sama kamu..” bisik Parjo sambil memelukku.
Aku tak mampu melawan Parjo
yang sudah mulai bernafsu lagi. Apalagi tubuhku masih terasa lemas
sekali sejak digoyang Parjo di rest room tadi. Napas Parjo yang
memburu terasa panas menghembus di leherku saat lidahnya mulai menjalar
menjilati kudukku. Aku masih berusaha menghindar saat bibirnya berusaha
mencium pipiku. Tetapi tangan Parjo yang kokoh segera memaksa wajahku
menghadapnya dan bibirnya yang tebal segera melumat bibirku. Aku hanya
mampu menutup bibirku erat-erat sebagai upaya penolakanku.
Namun lidah
Parjo tak putus asa berusaha menggesek bibirku dan menyusupkannya ke
dalam mulutku. Akhirnya pertahananku bobol juga. Lidah Parjo berhasil
menyusup ke dalam mulutku dan mulai mendorong-dorong lidahku. Tangannya
yang kokoh mulai meremas-remas payudaraku dari luar gaun. Mendapat
rangsangan seperti itu, perlahan- lahan gairahku mulai bangkit
lagi.Lidahku akhirnya membalas dorongan lidahnya hingga kami saling
berpagutan. Sambil tetap menciumi lidahku, Parjo mengangkat tubuhku dan
memondongku dibawa ke ruang meeting VIP yang khusus dipakai menjamu tamu
VIP. Ruangan itu cukup luas dan dilengkapi dengan sofa yang empuk.
Tubuhku
segera dihempaskan ke sofa itu dan kembali Parjo mencumbuku dengan
ganasnya. Dengan sikap posesif, Parjo terus mencumbuku di ruang meeting
VIP itu.Seluruh tubuhku mulai bergelora dan tergelitik. Tangan Parjo
yang terampil mulai melepaskan kancing gaunku satu persatu. Sekarang aku
hanya mengenakan rok ketat dan BH. Kembali Parjo menggumuliku di sofa
empuk itu. Lidahnya yang tadinya menggelitik lidahku mulai bergeser
turun ke leherku, sementara itu tangannya segera melepaskan pengait
BH-ku dan melepaskan BH tersebut hingga tubuh bagian atasku sudah tanpa
penutup lagi.
Lidah Parjo terus bergeser turun dari leher ke
bahuku yang terbuka lebar. Tangan Parjo secara otomatis bergerak ke
dadaku yang sudah terbuka dan bermain-main di sana. Kedua payudaraku
terasa agak sakit karena Parjo meremasnya dengan kasar dan gemas.
“Ohh..”
tanpa sadar aku menggumam saat kedua puting payudaraku yang didekatkan
satu sama lain dilumat mulut Parjo dengan rakus secara bersamaan.
Lidahnya yang kasar dan panas mempermainkan kedua puting payudaraku.
Tubuhku terasa bergetar menahan gairah.
Aku tak henti-hentinya
mendesis menahan geli dan nikmat saat mulut Parjo melumat payudaraku
dengan gemasnya. Tangan Parjo lalu melepaskan satu-satunya penutup
tubuhku. Rokku dilepasnya hingga aku betul- betul telanjang bulat. Aku
baru kali ini telanjang bulat di kantorku sendiri. Aku berbaring
telentang di sofa sambil tanganku berusaha menutupi selangkanganku
karena jengah. Mata Parjo tak pernah lepas dari tubuhku ketika ia
membuka pakaiannya satu demi satu.
Aku menahan napas melihat Parjo
yang sudah telanjang bulat di depanku. Perutnya datar dan keras.
Tungkai dan lengannya yang kokoh sangat lebat ditumbuhi rambut. Tubuhnya
tegap berotot, urat-urat darah yang kuat terlihat jelas di
lengannya.Parjo lalu duduk di dekat tubuh telanjangku.
“Tubuhmu seksi sekali Lin..” bisik Parjo di telingaku.
Tangannya
segera bergerak mengelus dadaku. Ibu jarinya melakukan gerakan
melingkar di atas payudaraku hingga membuatku menggelinjang kegelian.
Tangannya lalu meraba perutku dan terus bergeser turun dan menyingkirkan
tanganku yang menutupi selangkangan. Ditangkupkannya telapak tangannya
di bukit vaginaku dan ditekankannya tangannya di sana sambil meremas
pelan.
“Ohh..” aku hanya mendesis menahan gairah.
Parjo lalu
menundukkan wajahnya dan merangkak di atasku dengan posisi
terbalik.Mulutnya segera menyerbu payudaraku. Lidahnya menyapu-nyapu
seluruh permukaan kulit payudaraku dan menyedot putingku dengan
gemasnya. Tanpa sadar tanganku bergerak meremas-remas rambut kepalanya.
Parjo pun semakin bersemangat begitu mendapat respons dariku.
Lidahnya terus merayap turun hingga ke perutku. Kini wajahku menghadap
dadanya yang bidang. Mulutku yang menempel ketat di dadanya secara
otomatis mulai merespons. Keringat Parjo yang berbau menyengat
menjadi obsesiku. Aku tak menyia-nyiakan untuk merasakan keringatnya.
Lidahku tanpa malu-malu lagi mulai menjilati puting dada Parjo yang
hitam kecoklatan.
Lidah Parjo terus turun ke selangkanganku.
Otomatis wajahku kini menghadap ke arah selangkangannya yang merangkak
di atasku dengan posisi terbalik. Batang kontolnya yang berukuran super
menggantung bergoyang-goyang di depan mulutku seperti terong. Karena
ujungnya menyentuh-nyentuh mulutku, aku terusik untuk membuka mulutku
dan mulai menjilati ujung topi bajanya.
“Ouchh.. Jo..” tubuhku
tersentak saat lidah Parjo mulai menjilati vaginaku dan lidahnya
menyeruak ke dalam lubang vaginaku menjilati dinding-
dindingnya.Pantatku terangkat secara otomatis. “Arghh..” Parjo pun
melenguh saat mulutku menyedot-nyedot ujung kepala kontolnya yang sudah
sangat keras.
Setelah puas saling menjilat dan mencumbu, Parjo
membalikkan tubuhnya menghadap ke arahku. Tangan Parjo segera menguakkan
kedua pahaku lebar-lebar. Ia menempatkan tubuhnya di antara kedua
pahaku dan mulai menyatukan tubuhnya ke tubuhku. Kulit Parjo yang sudah
licin oleh keringatnya yang berbau menyengat tampak mengkilap.
Titik-titik keringat bermunculan di kening dan lehernya. Parjo
menghunjamkan tubuhnya dalam-dalam berulang kali ke dalam hingga kedua
tulang kemaluan kami saling melekat satu sama lain.
Mulut Parjo
segera melumat bibirku yang setengah terbuka karena merasa sesak napas
saat selangkanganku terganjal kontol Parjo yang melesak ke dalam lubang
vaginaku hingga ke pangkalnya. Dalam sekali rasanya hingga mulut rahimku
terasa agak ngilu tersodok ujung kontolnya.
Aku yang sudah sangat
terangsang berusaha ikut bergerak mengimbangi tusukan tusukan Parjo di selangkanganku dengan menggerakkan pantatku yang tercengkeram oleh kedua
tangannya. Parjo terus mengayunkan pantatnya naik-turun di atas perutku
dengan seluruh berat tubuhnya tertumpu di atas perutku. Dadanya yang
bidang ketat menghimpit kedua payudaraku. Napasku terasa sesak sulit
bernapas karena tertindih berat tubuhnya. Apalagi mulut Parjo yang masuk
melumat bibirku berusaha menyedot-nyedot lidahku.
Aku bisa
bernapas lega saat Parjo melepaskan kontolnya dari jepitan lubang
vaginaku dan bangun. Ia duduk di tepi sofa dan mengangkat tubuhku agar
duduk di pangkuannya. Tubuhku kembali direngkuhnya dan bibirku kembali
dipagutnya dengan rakus. Aku yang duduk di atas pangkuan Parjo dengan
mengangkangkan kaki di antara kedua pahanya tidak dapat bergerak karena
kedua tangannya melingkar erat di punggungku dan menariknya ketat hingga
payudaraku kembali tergencet dadanya yang bidang itu.
Kontol
Parjo yang berukuran super itu tergencet di antara perutku dan perutnya
sendiri. Lalu kedua tangan Parjo bergeser ke pantatku dan mengangkatnya
hingga aku setengah berdiri menghadap ke arahnya. Kemudian satu
tangannya mengarahkan ujung kepala kontolnya dan diarahkan ke
selangkanganku. Tubuhku diturunkannya dengan pelan hingga sedikit demi
sedikit ujung kontolnya mulai terbenam kembali ke dalam lubang vaginaku.
Aku
menahan napas saat batang kontol Parjo mulai terjepit dinding lubang
vaginaku dan melesak ke dalamnya. Seluruh bulu tubuhku merinding karena
batang kontolnya yang begitu besar serasa menggesek seluruh celah dinding vaginaku.
“Ahh..”
hampir secara bersamaan kami menghela napas lega saat seluruh batang
kontol Parjo akhirnya masuk tertelan lubang vaginaku. Pantatku terasa
geli tertusuk-tusuk rambut kemaluan Parjo yang agak tajam karena dicukur
cepak. Aku merasa geli karena kantung telur Parjo yang lunak dan hangat
menempel ketat di bawah pantatku.
Dengan dibantu kedua tangannya
yang kokoh yang menyangga kedua buah pantatku, tubuhku bergerak naik
turun di atas pangkuan Parjo. kontolnya yang terjepit ketat dalam lubang
vaginaku menggesek seluruh relung dinding vaginaku. Aku harus menggigit
bibirku kuat-kuat agar dapat menahan kenikmatan yang mulai menggerogoti
sumsum tulang belakangku.
Parjo menundukkan wajahnya dan segera
menyurukkannya ke dadaku yang berayun-ayun seiring dengan gerakan
tubuhku yang seperti menari-nari di atas pangkuannya.Kedua payudaraku
dilumatnya dengan bibirnya yang tebal bergantian. Lidah Parjo yang kasar
dan panas mengilik-ngilik puting payudaraku yang dijepitnya dengan
bibirnya. Aku merasa seperti melayang menerima rangsangan ganda seperti
ini.
“Ohh.. Joo..” tanganku segera merengkuh kepala Parjo dan
menekankannya ke dadaku. Perutku mulai merasa kejang-kejang. Gerakanku
mulai tak terkendali di atas pangkuan Parjo. Dinding vaginaku terasa
mulai berdenyut-denyut meremas kont*l Parjo yang terjepit di dalamnya.
Gerakanku semakin liar dan kepalaku seperti tersentak ke atas.
“Terrushh
Joo.. Oohh” aku menjerit panjang saat ada sesuatu yang pecah di dalam
perutku. Aku sudah tidak mampu menahan jebolnya gairahku. Pantatku
berputar liar di atas pangkuan Parjo seperti ingin menggesek dan
menggerus kont*lnya yang terbenam di dalamnya. Tangan Parjo membantuku
memutar pantatku. Aku melayang dan terhempas ke tempat kosong.
Napasku
tinggal satu-satu. Lelah sekali rasanya tubuhku. Aku terkulai lesu di
atas pangkuan Parjo. Kedua tanganku memeluk erat lehernya untuk
menuntaskan sisa-sisa kepuasan yang benar-benar melelahkan.
Dinding-dinding vaginaku mengedut-ngedut selama beberapa saat lalu aku
terdiam dan ambruk di atas pangkuan Parjo.
Parjo memberiku
kesempatan untuk mengatur napasku dengan membiarkan aku terkulai di
pangkuannya. kont*lnya yang masih sangat keras tetap kokoh memaku lubang
vaginaku.
“Masih capai Lin..?” bisik Parjo di telingaku. “He..
Eh..” aku tak berani melihat wajahnya karena malu, soalnya tadi aku
menolak tetapi akhirnya aku berhasil ditundukkannya. Aku malu sekali
padanya.
Perlahan-lahan Parjo mengangkat tubuhku dari pangkuannya.
Serr.. Nikmat sekali saat batang kont*lnya yang tadi menyumbat lubang
kemaluanku tertarik keluar menggesek dinding vaginaku. Aku sempat
melirik batang kont*l Parjo yang begitu basah dan licin mengkilat karena
hasil orgasmeku tadi. Aku lalu disuruhnya merangkak dengan menghadap ke
sofa. Parjo berlutut di belakang tubuhku yang membelakanginya.
Tubuhku
menggelinjang saat lidah Parjo mulai menjalari tulang
belakangku.Lidahnya menjelajah seluruh permukaan kulit punggungku. Bulu
romaku dibuat merinding oleh ulahnya.
“Ughh..” aku melenguh pelan
saat mulut Parjo membuat gigitan ringan di atas pinggulku. Otot-otot
perutku serasa ditarik karena rangsangan itu. Mulut Parjo tidak berhenti
di situ. Mulutnya terus bergeser turun hingga kini kedua buah pantatku
digigit-gigitnya dengan gemas. Seluruh tubuhku bergetar menerima
perlakuannya. Apalagi saat lidah Parjo mulai menyapu-nyapu daerah
sekitar lubang anusku.
“Ja.. Jangan Jo..” namun terlambat. Aku
tidak mampu mencegah saat lidah Parjo mulai menusuk-nusuk dan
mengilik-ngilik lubang anusku. Geli sekali rasanya.Pantatku tidak dapat
bergerak karena dicengkeram kedua tangannya yang kokoh. Aku hanya bisa
pasrah dan menikmati jilatan lidahnya di lubang anusku.
Setelah
puas menikmati lubang anusku dengan lidahnya, Parjo mulai mengarahkan
kont*lnya ke lubang vaginaku. Ia menusuk vaginaku dengan kont*lnya di
antara kedua buah pantatku. Aku harus menahan napas lagi saat kepala
kont*lnya mulai menerobos lubang vaginaku. Agak perih dan ngilu rasanya.
Lubang
vaginaku mulai mengeluarkan cairan pelicin lagi saat Parjo mengocoknya
dengan ujung kepala kont*lnya yang digesek-gesekkan di antara bibir
vaginaku. Hal ini membuat tusukannya bertambah lancar. “Ughh..
Hkkhh” Parjo menggumam saat seluruh kont*lnya berhasil masuk ke dalam
lubang vaginaku. Aku pun dapat bernapas lega setelah seluruh batang
kont*lnya melesak masuk. Ia terdiam beberapa saat menikmati denyutan
dinding vaginaku yang melumat kont*lnya.
Nafsuku kembali bangkit saat Parjo berkali- kali memaju-mundurkan
pantatnya menarik dan mendorong kont*lnya di dalam lubang vaginaku. Aku
kembali tergerak menikmati tusukan-tusukannya dengan ikut menggerakkan
pantatku. Pantatku maju mundur berlawanan arah mengikuti irama
tusukannya. Jika ia menarik mundur aku maju dan jika ia maju aku
mendorong pantatku ke belakang menyongsong tusukannya.Plok.. Plok..
Plokk.., begitulah setiap kali pantatku beradu dengan tulang kemaluannya
selalu terdengar suara seperti tepukan. Kedua payudaraku berguncang
guncang setiap kali vaginaku disodok kont*l Parjo.
Darahku mulai
menggelegak terbakar nafsu. Tangan Parjo yang tadinya mencengkeram kedua
buah pantatku sekarang berpindah dan meremas kedua payudaraku yang
berguncang-guncang. Jari-jarinya memilin kedua puting payudaraku.
“Ohh..
Joo.. Ter.. Russhh.. Terushh” tanpa malu-malu lagi aku mendesis meminta
Parjo terus memompakan kont*lnya. Pantatku yang tadinya maju-mundur
kini bergerak memutar seolah hendak memeras. Dinding vaginaku
kembali berdenyut denyut. Aku memejamkan mataku berusaha menahan ledakan
yang sudah hampir sampai.Aku berusaha menahan lebih lama lagi.
Kelentitku yang sudah mengembang tergesek gesek oleh tusukan kont*l Parjo yang perkasa.
“Ohh..
Joo.. Arghh..” aku mengerang panjang. Aku sudah tidak mampu bertahan
lagi. Siksaan gejolak napsu itu terlalu kuat untuk kutahan. Aku harus
menyerah lagi untuk yang kesekian kalinya, padahal aku yakin Parjo belum
apa-apa. Tubuhku terasa ringan sekali. Otot perutku mengejang dan
tubuhku meliuk melepaskan orgasmeku. Aku terus bergerak menuntaskan
orgasmeku lalu ambruk di sofa.Kubiarkan saja kont*l Parjo menancap di
lubang vaginaku. Aku sudah terlalu lelah untuk bergerak.
Aku hanya
pasrah saat Parjo menarik tubuhku dan membaringkannya di karpet ruang
meeting room itu. Tubuhku ditelentangkannya dan kedua kakiku
dipentangkannya lebar-lebar. Aku berusaha menutupi lubang vaginaku yang menganga dengan tanganku. Aku risih juga karena bagian tubuhku yang paling pribadi dipelototi mata Parjo.
Parjo
kembali merangkak di atas perutku dan menindihku. kont*lnya yang licin
karena lendir orgasmeku kembali ditusukkannya ke lubang vaginaku. Kepala
kont*lnya agak mudah tergelincir masuk ke dalam jepitan lubang vaginaku
karena memang sudah sangat licin. Ia terus mendorong pantatnya hingga
seluruh kont*lnya amblas ke dalam vaginaku.
Dengan bertumpu pada kedua lutut dan sikunya, Parjo mulai mengayunkan pantatnya naik turun di atas tubuhku. Batang kont*lnya dengan sendirinya bergerak keluar masuk menusuk-nusuk lubang vaginaku. Aku masih belum mampu bergerak. Kubiarkan saja Parjo sibuk sendiri di atas tubuh telanjangku.
Bibir Parjo
yang terus menerus menciumi bibir lalu leher dan turun lagi ke
payudaraku membuat nafsuku kembali bangkit. Lidahnya yang terus
bermain-main di kedua puting payudaraku dan tusukan-tusukan kont*lnya
kembali memaksaku menggerakkan tubuhku.
“Hmmghh.. Ughh.. Ughh..”
mulut Parjo terus saja mendengus seperti kerbau gila.Ayunan pantatnya
semakin kencang menghantam vaginaku. Ia terus bergerak memacuku.
Berkali-kali mulut rahimku tersodok- sodok ujung kont*lnya. Ngilu
bercampur nikmat berbaur menjadi satu. Keringatnya telah semakin membuat
tubuhnya licin. Aroma keringatnya yang maskulin benar-benar membuatku
mabuk karenanya.
Aku semakin tidak mampu bergerak karena berat
badan Parjo seolah bertumpu pada perutku. Kedua tangannya berpindah
mengganjal kedua buah pantatku dan mencengkeramnya kuat-kuat. Bibirnya
kini melumat bibirku dan lidahnya menggesek gesek langit-langit mulutku.
Pantatnya kian cepat memompa menghantam vaginaku. Aku merasa darahku
mulai menggelegak. Perutku kembali mengejang pertanda akan mencapai
klimaksku lagi.
Aku berusaha memutar pantatku yang dicengkeram
kedua tangan Parjo dengan sisa tenagaku. Gerakan pantatku memutar
menyongsong tusukan kontolnya yang menderu deru. Vaginaku mulai
mengedut-ngedut dan mataku seolah mulai terbalik menahan nikmat. Aku
terus bergerak menyongsong nikmat. Gerakanku dan gerakan Parjo semakin
liar tak terkendali. Kami sama-sama mendengus dan mengerang.
Tangan
Parjo yang meremas kedua buah pantatku terasa lebih kuat. Pantatnya
terus menghunjam selangkanganku. Tubuhku menggeliat dan tersentak.
Pantatku terangkat saat aku merasa ada suatu ledakan di dalam perutku.
“Arrgghh..
Ter.. Rushh.. Terushh.. Oughh” mulut Parjo terus memintaku mempercepat
putaran pantatku. Aku terus berusaha bergerak. “Ohh” aku merintih
panjang bersamaan dengan geraman Parjo.
Mulut Parjo melumat
bibirku kencang sekali saat ujung kontolnya menyemburkan mani ke dalam
mulut rahimku. Crrt.. Crtt.. Crrt.. Crrtt.. Crutt.. Hangat sekali
rasanya saat mulut rahimku tersembur air maninya. Tubuh Parjo ambruk di atas perutku. Kami sama-sama terkulai lemah setelah bertempur habis-habisan.
Aku
tidak jadi lembur hari itu. Aku berulangkali disetubuhi Parjo dengan
berbagai posisi di ruang meeting VIP itu hingga loyo. Ruang meeting VIP
yang biasa digunakan menemui tamu-tamu VIP sekarang kami gunakan untuk
saling memiting dan menuntaskan gejolak nafsu liar kami.
Aku
keluar kantor dan pulang ke rumah hampir jam 23.30 malam itu.
Perselingkuhanku dengan Parjo kembali terulang karena ia mengancamku
akan menceritakan affairku dengannya kepada teman-temannya bila aku
tidak mau melayani keinginannya. Hampir dua minggu sekali Parjo minta
jatah dariku baik itu di kantor saat sepi, di rest room atau di
penginapan yang terdekat.
Sejak saat itu aku menjadi kekasih gelap
Parjo, office boy di kantorku. Ia dan aku telah berjanji untuk
merahasiakan hubungan kami dan akan bersikap wajar di depan orang lain.
Ia juga berjanji tidak akan menggangguku bila aku sedang di rumah atau
sedang bersama suamiku.
0 Response to "Kantorku Tempatku Selingkuh"
Posting Komentar