Aku Jadi Pengantin Muridku Part3

  Ayo kulum dan mainin pakai  pengecap abang Aku Kaprikornus Pengantin Muridku Part3
Cerita Nakal | "Oke, kak! Sekarang giliran abang yang main! Ayo kulum dan mainin pakai pengecap kakak!" perintah Rendy sambil menghentikan gerakannya. Aku sendiri sudah mati kutu, kepalaku terjepit diantara selangkangan Rendy dan bantalku, sehingga saya tidak sanggup bergerak bebas. "Ayo, Kak! Atau mau kugerakkan sendiri dimulut abang ibarat barusan?" ancamnya padaku. Aku pun tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah Rendy, setidaknya saya akan lebih leluasa bernafas apabila saya yang bergerak sendiri. Aku pun menggerakkan lidahku membelai-belai batang penisnya yang masuk hingga rongga mulutku. Sesekali lidahku juga bersentuhan dengan kepala penisnya. Sebenarnya saya agak jijik juga lantaran tercium bau agak pesing dari ujung penis Rendy, namun apa dayaku? Lebih baik kuturuti perintah anak ini supaya siksaanku cepat selesai. Aku pun berusaha untuk tidak begitu mempedulikan bau itu. Penis Rendy kuanggap saja ibarat permen yang luar biasa tidak enak. Aku pun terus mengemut penis Rendy itu. "Ayo, kak! Terus! Jago juga nih, nyepongnya! Enak bangeet!" "Mmphh.." erangku. "Isapin juga kak! Seperti ngisap permen!" kembali Rendy memberi perintah padaku, yang eksklusif saja kuturuti. Kuhisap penisnya dengan pelan dan lembut dengan impian anak ini sanggup segera menghentikan aksinya dan saya sanggup terbebas dari siksaan ini. Herannya, selama beberapa menit kuoral, Rendy masih saja tidak puas. Aku pun mulai kelelahan mempermainkan penisnya dalam mulutku, walaupun saya mulai terbiasa dengan situasiku sekarang. Entah setan apa yang merasukiku, namun ketika saya mengingat bahwa saya sedang mengoral penis anak kecil yang tak lain yakni muridku, saya merasa hasrat seksualku kembali meninggi dalam tubuhku. Aku ingin sekali mencapai orgasme sekali lagi dan saya ingin mencoba sesuatu yang lebih andal lagi bersama Rendy. Pikiran itupun membuatku memainkan penis Rendy sebaik mungkin dalam mulutku supaya Rendy mencapai kepuasannya. "Ookh.." Aku mendengar bunyi erangan panjang keluar dari ekspresi Rendy dan ketika itulah, saya merasa mulutku disembur oleh cairan kental berbau amis. Aku menyadari bahwa Rendy gres saja berejakulasi dalam mulutku, dan kini mulutku dipenuhi spermanya. Rendy kembali menekankan selangkangannya ke wajahku. "Telan kak! Jangan hingga bersisa!" Aku pun menuruti perintah Rendy, kutelan semua sperma dalam mulutku, sekaligus kuhisap-hisap penis Rendy supaya spermanya tidak bersisa. Rendy hanya mengerang keenakan ketika penisnya kubersihkan dengan mulutku. "Woow.. enaak.. lebih yummy dari onanii..." seloroh Rendy. Namun saya tidak peduli, saya terus menghisap-hisap penisnya itu hingga saya yakin tidak ada lagi sperma yang tersisa. Setelah selesai, Rendy mengeluarkan penisnya dari dalam mulutku. "Waah.. Kakak jago banget lho! Enak sekali kak!" "Rendy, kau jahaat.." protesku. "Lho kenapa? Bukannya abang kini sudah jadi pengantinku?" balasnya. "You may kiss your briide!!" sorak Rendy tiba-tiba. Tanpa basa-basi, Rendy segera mencium bibirku. Bibirku diemut-emut dengan lembut dan sesekali bibirku juga dijilati oleh lidahnya. Aku hanya membiarkannya mempermainkan bibirku sesuka hatinya. Pelan-pelan pengecap Rendy membelah bibirku dan lidahnya menyusup kedalam rongga mulutku. Aku pun merespon dengan menghisap pengecap Rendy dengan lembut. Sesekali juga kujulurkan lidahku, sehingga giliran Rendy yang menghisap air ludahku yang menyelimuti lidahku. Gairah seksualku kini benar-benar menguasai tubuhku, semakin kuingat bahwa Rendy yang ketika ini sedang bercinta denganku, semakin saya karam dalam hasratku. Selama beberapa menit kami terlibat dalam French kiss itu, sebelum kesannya Rendy menghentikan ciumannya di bibirku. Aku pun tampak kecewa ketika Rendy menjauhkan wajahnya. "Kenapa kak? Enak kan rasanya? Masih mau lagi?" tanyanya. Pertanyaan Rendy itu seketika memancing gairah seksualku yang meningkat. Aku merasa ini yakni sebuah kesempatan bagiku, namun sebelum saya sempat menjawab, tiba-tiba Rendy mengambil sehelai celana dalam putih berenda yang tadi kupakai dan menjejalkannya ke mulutku hingga celana dalamku memenuhi seluruh rongga mulutku. Belum puas, Rendy juga melakban mulutku sehingga celana dalamku itu tersumpal tepat di dalam mulutku. "Mmfff..." Protesku pada Rendy. Namun suaraku terhalang oleh celana dalam yang menyumbat mulutku. "Jangan dijawab dulu, Kak. Nanti ya, Rendy mau istirahat dulu!" "Oh, Kakak juga boleh istirahat kok! Nah, daripada bosan, bagaimana jika abang nonton saja dulu?" lanjut Rendy. Aku sanggup mendengar bunyi televisi yang dinyalakan dan bunyi pemutar DVD yang dibuka oleh Rendy. Setelah selesai, Rendy kemudian mendatangiku yang masih terbaring mengangkang di ranjang. "Jangan berontak ya, Kak! Kalau macam-macam, video abang kusebarkan!" ancamnya. Rendy kemudian melepaskan ikatan kakiku di kedua tiang ranjang itu. Aku disandarkan ke kepala ranjang dan Rendy menyandarkan sebuah bantal di punggungku dan juga sebuah bantal kecil di pantatku untuk kududuki supaya saya merasa nyaman. Tali yang tadi digunakan untuk mengikat kakiku kini digunakan untuk mengikat sikut tanganku yang masih terikat di punggungku pada kedua tiang bab atas ranjang canopy itu supaya saya tidak kabur. "Oke deh! Rasanya sudah cukup!! Nah, abang santai saja ya? Nikmati saja filmnya!" Rendy kemudian memutar DVD itu. "Mmff!!" Aku berteriak terkejut ketika melihat adegan percintaan seorang perempuan berambut pirang di layar televisi itu, rupanya Rendy menyetelkan DVD porno untuk kutonton.. "Kakak pelajari gayanya dulu, ya! Supaya nanti siap main dengan Rendy! OK?!" Rendy tersenyum dan beranjak pergi, meninggalkanku sendiri terikat di ranjang sambil berusaha menahan gejolak birahiku yang semakin mendera lantaran suguhan adegan panas dihadapanku. Aku pun terpaksa menonton film porno itu sekitar 2 jam. Yah, saya memang pernah melihat sekilas film porno di handphone teman-teman SMUku, namun mungkin lantaran ini pengalaman pertamaku melihat film porno selama itu, muncul keinginanku supaya vaginaku dimasuki oleh penis ibarat perempuan bule yang ada di film porno itu. Pikiranku bergejolak, saya sadar bahwa saya akan kehilangan keperawananku apabila vaginaku dimasuki penis Rendy, namun di sisi lain, saya ingin tau akan rasa nikmat yang sepertinya melanda perempuan di film itu ketika vaginanya dimasuki oleh penis. Aku juga ingin merasakan kenikmatan itu. Apakah saya juga akan merasa senikmat itu apabila vaginaku dimasuki oleh penis? Aku masih sanggup mengingat dengan terperinci rasa nikmat ketika vaginaku dijilati dan dipermainkan oleh Rendy sebelumnya. Tentunya saya akan merasa lebih nikmat lagi apabila vaginaku dipermainkan oleh penis Rendy. Lagipula, setidaknya saya tidak perlu khawatir akan hamil alasannya masa suburku gres saja terlewati ahad lalu. Akhirnya rasa ingin tau dan gairah seksualku mengalahkan perasaanku. Sudah kuputuskan, saya akan melayani Rendy sepenuh hatiku. Aku sudah tidak peduli lagi akan statusku sebagai gurunya ataupun perbedaan usia kami, yang kini kuinginkan hanyalah mengejar kenikmatan seksualku semata. Bahkan status dan perbedaan usia kami malah menjadi sumber gejolak gairah seksualku. Detik dan menit berlalu, namun bagiku yang kini dikuasai gairah seksualku, serasa menunggu selama berhari-hari. Cairan cintaku sudah semakin banyak keluar dari vaginaku sehingga saya sanggup merasakan bantal yang kududuki semakin basah. Akhirnya, pintu kamar itu terbuka juga dan masuklah Rendy kedalam kamar itu. "Bagaimana kak? Sudah puas nontonnya?" "Sudah tahu kan bagaimana gaya-gayanya?" lanjutnya. Aku hanya mengangguk pelan dengan wajah memelas. "Bagus, bagus!! Kakak emang pintar!" ungkapnya sambil membelai kepalaku dengan pelan, seolah memuji anak kecil. "Hff.." jawabku. "Nah, jika begitu abang mau tidak jika saya setubuhi ibarat di film?" muncullah pertanyaan yang sedari tadi kutunggu. Tanpa pikir panjang, saya eksklusif mengangguk sambil melihat wajah Rendy. Namun Rendy malah akal-akalan tidak melihat sambil mematikan DVD playernya. "Apaa? Rendy nggak sanggup dengar nih!" "Mmff!!" Aku berusaha untuk meminta Rendy melepaskan sumbatan mulutku supaya saya sanggup berbicara, namun Rendy malah melepas ikatan di kedua sikutku sehingga saya terbebas dari ranjang canopy itu. namun tanganku masih terikat kencang di punggungku. Aku kemudian dituntun turun dari ranjang. Rendy tidak lagi mengawasiku dengan ketat. Ia tahu bahwa saya kini sudah tidak ingin kabur lagi. "Waah, udah gede masih ngompol yah, Kak?" ejek Rendy ketika melihat bekas cairan cintaku di bantal yang tadi kududuki. Aku hanya menggeleng pelan, namun kurasa Rendy juga tahu bahwa itu yakni cairan cintaku yang meluber lantaran saya terangsang sedari tadi. Rendy kemudian menarikku kehadapan sebuah papan tulis putih di kamar itu yang ditempeli banyak sekali rancangan bu Diana. Rendy melepas semua rancangan itu supaya papan tulis itu bersih. Rendy juga memposisikan tubuhku supaya terjepit diantara sebuah meja dihadapanku dan papan tulis itu dibelakangku. Aku terkejut ketika Rendy dengan sigap menundukkan tubuhku di meja itu sehingga posisiku kini menungging kearah papan tulis itu. Rendy juga menaikkan rok gaun dan petticoatku bab belakang dan mengaitkannya di pita putih gaunku yang ada di pinggangku, sehingga kini pantatku terpampang terperinci menungging didepan papan tulis itu. "Nah, gimana jika abang tulis saja apa yang abang mau? Soalnya abang nggak sanggup ngomong sekarang" ungkapnya dari belakang. Aku pun semakin heran, bagaimana caraku menulis dengan tangan terikat dan posisi tubuh menungging ibarat ini? Aku hendak berdiri, namun punggungku ditekan ke meja itu oleh Rendy. "Tahan sebentar ya, Kak" ujar Rendy sambil membuka celah pantatku. Rendy kemudian menuangkan lotion ke jari telunjuknya dan mengusapkan lotion itu ke lubang pantatku. Sesaat saya merasakan jari Rendy yang melekat dilubang pantatku bergerak pelan mengoleskan lotion itu dan saya sanggup merasakan rasa masbodoh dan licin jawaban lotion itu di pantatku. Setelah lubang pantatku selesai dilumuri lotion, saya merasa ada sesuatu di lubang pantatku, saya tahu benda itu bukanlah jari Rendy lantaran benda itu terasa lebih besar dan keras dari jari Rendy. "HMMFF!!" jeritku ketika tiba-tiba saya merasakan rasa sakit yang luar biasa di lubang pantatku. Suatu benda yang panjang dan keras menekan memasuki lubang pantatku. Aku menoleh ke belakang dan melihat Rendy memaksakan untuk memasukkan benda itu ke dalam anusku. Benda itu diputarnya perlahan masuk ke dalam pantatku ibarat sekrup. Air mataku meleleh ketika merasakan rasa perih yang amat sangat ketika Rendy memperawani anusku dengan benda itu. Lubang pantatku serasa tersayat-sayat dan rasa perihnya tak terkira. "Wuiih.. lubang pantatnya seret banget! Padahal sudah dikasih lotion! Pasti masih perawan, nih!" komentar Rendy yang terus memutar benda itu masuk kedalam anusku. Aku hanya sanggup menggeleng-geleng keras memohon supaya Rendy menghentikan aksinya itu. Namun Rendy terus memaksakan benda itu untuk masuk kedalam pantatku. "Oke! Selesai deh!" seru Rendy. Aku menoleh kebelakang, saya amat panik ketika menyadari sebuah spidol berukuran besar kini tertanam didalam pantatku. Spidol itu tampak mengacung tegak kearah papan tulis lantaran posisi tubuhku yang menungging. "Oops, hening saja, Kak! Spidolnya sudah kumasukkan dengan baik, kok! Kakak tahan saja spidolnya dengan otot pantat abang supaya tidak jatuh!" ujar Rendy. Kata-kata Rendy sama sekali tidak menenangkanku apalagi ketika merasakan spidol besar yang sedang tertanam dalam pantatku. "Nah, ayo tulis apa yang abang mau!" "MMFF!!" saya menggeleng memprotes Rendy. Ide anak ini benar-benar gila! Aku yakin ia niscaya mempelajari cara ini lewat film-film pornonya untuk mempermalukanku. "Ayoo, jika tidak, abang nanti kubiarkan ibarat ini, lho! Spidolnya tidak akan kucabut jika abang tidak mau menurut!" ancamnya. "Mmm.." saya memelas mendengar bahaya Rendy. Aku tahu jika sedari awal saya tidak mempunyai posisi menawar melawan Rendy dengan kondisi ibarat ini. "Nah! Ayo, tulis di papan tulis kak! Seperti waktu kita belajar! Sekarang, saya mau abang mengajariku menulis!" ujar Rendy sambil beranjak duduk dihadapanku, seolah sedang mendengarkan pelajaran di kelas. Aku berusaha tetap hening dan mulai menggerakkan pantatku di papan tulis itu. "Mmf!" saya menjerit kecil dan mataku membelalak ketika ujung spidol di pantatku menyentuh permukaan papan tulis. Pantatku terasa geli dan sedikit perih jawaban tekanan spidol itu. Rendy tampak senang melihat ekspresi wajahku yang dipenuhi rasa panik, aib dan gundah akan keadaanku sekarang. Perlahan-lahan saya berusaha untuk menulis dengan pantatku di papan tulis itu. Kaki dan pahaku ikut bergerak menaik-turunkan tubuhku yang menungging. Aku selalu merintih setiap kali satu gesekan kutulis di papan tulis itu lantaran sensasi yang ditimbulkan spidol itu dalam pantatku, yang entah bagaimana semakin membangkitkan gairah seksualku. "Hati-hati lho, kak. Kalau terlalu ditekan, spidolnya sanggup tergelincir masuk kedalam pantat kakak. Nanti tidak sanggup keluar lagi lhoo.." sorak Rendy. Dasar badung! Pikirku. Memangnya salah siapa jika nanti spidol ini malah terselip masuk kedalam pantatku?! Malah kini saya yang harus berusaha keras menangkal resiko yang diciptakan oleh anak ini untuk tubuhku! Aku pun mulai kehilangan ketenanganku jawaban sorakan Rendy itu. Apalagi sesekali saya merasa spidol itu semakin masuk kedalam pantatku ketika saya menulis. Namun saya tetap berusaha keras dan hasilnya, 5 abjad yang berantakan tertulis di papan tulis itu. Aku menghela nafas lega ketika saya melihat hasil tulisanku itu. Sulit untuk dibaca memang, bahkan saya yakin goresan pena anak SD niscaya jauh lebih gampang dibaca dari tulisanku; namun saya yakin telah menulis abjad P-E-N-I-S di papan tulis itu. "Waah, goresan pena abang buruk sekali! Padahal katanya sudah kuliah!" kembali Rendy mempermalukan diriku. Ia kemudian berjalan kehadapanku, melepas lakban mulutku dan menarik keluar celana dalamku yang sedari tadi telah menjejali mulutku. "Ahh.. ohk.. ohkk.." Aku terbatuk-batuk dan menghela nafas lega. Kulihat Rendy sedang mengendusi celana dalamku yang lembap lantaran ludahku dan sesekali ia menghisap-hisap ludahku yang membasahi celana dalamku itu. "Hmmm.. ludahnya abang memang enaak.. Nah kini coba abang baca apa yang abang tulis!" "Pe.. penis.." ujarku pelan dengan perasaan yang amat malu. "Apaa? Apa yang abang mau?" tanyanya dengan nada mengejek, seolah tidak mendengar ucapanku barusan. "Penis!!" jawabku tidak sabaran. "Penis siapa, hayooo?" "Penisnya Rendy!!" saya mengumpulkan seluruh keberanianku untuk meneriakkan kata itu dan kesannya terucap juga. "Iya deh! Nah, tahan sebentar ya, Kak!" Rendy kemudian berjalan kebelakang tubuhku yang masih menungging. Aku sanggup merasakan ia memegang spidol yang tertanam dalam pantatku. Perlahan-lahan ditariknya spidol itu keluar dari pantatku. "Aww.. auuch.." rintihku pelan ketika merasakan gesekan batang spidol itu di permukaan lubang pantatku yang rasanya sedikit sakit, namun agak geli juga. Apalagi ketika saya mengejan, pantatku terasa semakin nikmat dengan tekanan itu. PLOOP! Terdengarlah bunyi lepasnya spidol itu dari pantatku. "AAHH!!" Sontak saya berteriak merasakan kelegaan yang kembali ke lubang pantatku sehabis sekian usang disumbat. Namun, sebelum saya sempat berdiri dan merasakan kelegaan, Rendy segera menarik dan menghempaskan tubuhku ke ranjang canopy itu sehingga saya kembali terbaring diatas ranjang. "Aduh!" Aku segera berusaha bangkit, namun Rendy segera menerkam dan menimpa tubuhku. "Jangan bergerak Kak!" perintahnya. Entah bagaimana, saya segera menuruti perintah Rendy dan mulai merelakan tubuhku dipermainkan olehnya. "Sekarang abang kupanggil pakai nama saja ya? Erina.." pintanya manja. "I, iya.. terserah kamu.." jawabku dengan wajah memerah ketika menatap wajah Rendy yang ada tepat diatas wajahku. "Ah!" saya menjerit kecil ketika Rendy mencengkeram dan meremas-remas dadaku. Tangan kanannya menekan payudaraku dengan perlahan dan mencubitnya dengan lembut, sementara tangan kirinya menyibakkan rambutku. Rendy kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium pipiku. "Erina, kau wangi deh!" pujinya seraya melayangkan kecupan ke bibirku yang segera kubalas. Rendy kemudian duduk bersimpuh di atas ranjang itu dan memangku kepalaku diatas pahanya. Rendy kembali menjamah payudaraku, namun kali ini ia mengulurkan tangannya menyusupi bab dada gaunku. Jari-jarinya menjalar pelan diatas payudaraku sambil mencari puting payudaraku. Aku merasa agak sesak lantaran saya masih menggunakan BH, namun itu tidak menghalangi jari-jari nakal Rendy untuk mempermainkan dadaku. "Aw!" saya merasakan puting payudaraku disentuh oleh jari Rendy. Rendy segera memencet putingku sehingga saya merasa ibarat tersetrum oleh listrik di sekujur dadaku. "Ahh.." desahku pelan ketika Rendy kembali meremas payudaraku. Payudaraku digerakkan berputar pelan oleh jari Rendy sambil sesekali memencet putingku. Aku semakin terhanyut ketika Rendy menyentil-nyentil puting payudaraku dengan kukunya yang agak panjang ataupun ketika memencet puting susuku dengan kuku jempol dan jari telunjuknya. Saraf-saraf tubuhku kini semakin sensitif lantaran saya semakin terangsang dengan pijatan di payudaraku. Kakiku mulai menggeliat-geliat pelan dan saya sanggup merasakan cairan cintaku kembali meluber dari vaginaku. Rendy yang melihat pergerakan-pergerakan terangsang tubuhku, mengentikan aksinya. Kini ia kembali bergerak kearah selangkanganku. Ia kemudian duduk dihadapan tubuhku yang masih terbaring "Nah, Erina. Ayo buka pahamu. Yang lebar ya!" saya merentangkan kakiku selebar mungkin dihadapan Rendy. Ia tersenyum melihat saya yang tidak menolak perintahnya lagi. Rendy kemudian mengamati selangkanganku. Bagaimana kewanitaanku yang masih lembap oleh cairan cintaku dan lubang pantatku yang terbuka sedikit sehabis diperawani spidol, terhidang di hadapannya. Rendy mencolek vaginaku dan merasakan cairan cintaku yang ada di jarinya. Rendy kembali membenamkan jarinya dengan pelan di celah vaginaku, jarinya bergerak lembut seolah mencari sesuatu. "Aww.." desahku pelan ketika jari telunjuk Rendy menyentuh klitorisku. Rendy yang kesannya menemukan apa yang dicarinya dalam liang vaginaku tampak kegirangan. Jarinya segera menyentil-nyentil klitorisku. Akibatnya, sanggup ditebak, saya kembali melayang kelangit ketujuh. Aku merintih-rintih keenakan dihadapan muridku yang kini sedang memainkan gairah seksualku. "Aahh.. ohh.. aww.." desahanku semakin keras dan kesannya tubuhku kembali serasa akan meledak. Punggungku melengkung bagai busur dan kakiku kembali menegang, siap untuk menyambut orgasmeku untuk yang kedua kalinya. Namun, Rendy yang tahu bahwa saya akan orgasme segera mencabut jarinya keluar dari liang vaginaku; otomatis, kenikmatan yang sebentar lagi akan kucapai lenyap seketika. "Rendyy.. jahaat.. ayo lagiii.." pintaku memohon pada Rendy. "Apanya yang lagi, Erina?" tanyanya seolah tidak mengerti. "Ayoo.. mainin vagina Erinaa.. Erina sukaa.." jawabku ibarat seorang pelacur rendahan. "Suka apa?" "Erina suka jika vagina Erina dimainin Rendy.. ayo doong.. Erina mau orgasme lagii.. enaak.." kembali saya mempermalukan diriku sendiri. Aku sudah tidak sanggup berpikir lagi lantaran tubuhku sudah sepenuhnya dikuasai dorongan seksualku yang sudah di ambang batas. "Panggil saya "Sayang"! Kan kau sudah jadi pengantinku!" perintah Rendy "Iyaa.. Rendy sayaang.. ayoo.." entah bagaimana saya terjebak dalam permainan psikologis Rendy. Aku kini bertingkah seakan-akan ia yakni suamiku yang sah. Aku agak terkesan lantaran walaupun masih begitu muda, Rendy sudah tahu bagaimana menjalankan trik psikologis untuk mempengaruhiku supaya menuruti permintaannya, mungkin ini juga efek dari video pornonya. Namun kuakui, permainan psikologis ini semakin membangkitkan gairahku dan saya amat menikmatinya! Sekarang hubungan kami bukan lagi ibarat seorang murid dan guru, namun lebih ibarat sepasang pengantin baru. "Nah, Erina. Boleh tidak jika Rendy memasukkan ‘adik kecil’ ke memek Erina?" "Boleh sayang.. Erina kan pengantinnya Rendy.." selorohku. Aku kini sudah rela menunjukkan keperawananku untuk Rendy. Lagipula ekspresi dan pantatku kini sudah tidak perawan lagi, jadi tidak ada salahnya jika saya sekalian merelakan kesucianku kepada Rendy. Aku pun menarik rok gaunku hingga ke perutku sehingga kewanitaanku terpampang terperinci sekali dihadapan Rendy. "Ayo sayang. Erina mau orgasme lagi.." saya memohon pada Rendy. Rendy segera merespon dengan duduk dihadapan selangkanganku dan mengatur posisi tubuh kami sehingga penisnya kini berada di bibir kewanitaanku. Aku sanggup merasakan penisnya yang kembali membesar ibarat ketika saya mengoralnya barusan menyentuh celah vaginaku. Aku menghela nafas, menyiapkan diriku untuk mendapatkan kenyataan bahwa keperawananku akan direnggut sesaat lagi. Aku berusaha mengatur nafasku yang memburu untuk mengusir rasa takut dan cemas jawaban degup jantungku yang amat kencang. "Bagaimana, Erina? Sudah siap?" saya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Rendy akan kesiapanku. "Rendy.. yang pelan ya? Jangan kasar.." pintaku kembali. Aku tidak ingin Rendy memperawaniku ibarat sebuah pemerkosaan, yang kuinginkan hanya supaya saya sanggup diperlakukan lebih lembut. Maklumlah, ini juga merupakan pengalaman pertamaku yang niscaya akan berkesan seumur hidupku. Untunglah, Rendy sepertinya mengerti akan perasaanku. Ia mengangguk dan sorot matanya seolah menenangkanku. Rendy mulai mendorong pinggangnya ke depan. Sesaat penisnya berhasil membelah bibir vaginaku, namun mungkin lantaran vaginaku licin jawaban cairan cintaku, penis Rendy malah meleset keluar dari celah vaginaku. Mengakibatkan timbulnya bunyi tertahan dari mulutku. Rendy kembali berusaha, namun sepertinya agak susah baginya untuk memasukkan penisnya kedalam vaginaku lantaran diameter penisnya juga cukup lebar (walaupun masih kalah dengan penis yang kulihat di film porno barusan), apalagi saya juga masih perawan sehingga liang vaginaku masih sempit. Setelah beberapa kali berusaha, Rendy tampak kesal lantaran belum berhasil memperawaniku. Akhirnya ia meraih batang penisnya dan mengarahkannya tepat dihadapan celah bibir kewanitaanku. Tangannya masih berpengaruh mencengkeram penisnya ketika ia sekali lagi menggerakkan pantatnya ke depan dan.. "AAGH!!!" saya membelalak dan menjerit keras ketika merasakan rasa ngilu dan perih yang amat andal melanda vaginaku. Akhirnya selaput daraku robek dan keperawananku kini lenyap sudah terenggut oleh Rendy. Aku sanggup merasakan penis Rendy yang kini terjepit di vaginaku dan ujung penisnya didalam lubang pipisku. Rendy kembali memajukan pinggulnya dengan pelan, menjadikan rasa sakit itu semakin mendera vaginaku. Bahkan rasanya jauh lebih sakit daripada ketika pantatku diperawani oleh spidol barusan. "Rendy, Rendy!! Sakit! Sebentar!! Aduuh!!" saya kembali meminta dengan panik pada Rendy. Air mataku meleleh jawaban rasa perih itu. "Sebentar, Erina. Tenang ya, sebentar lagi.." jawab Rendy sambil mendorong pinggangnya dengan pelan. Penisnya semakin dalam memasuki vaginaku diiringi dengan jeritan piluku yang tersiksa oleh rasa sakit itu. Kepalaku terbanting kekiri-kanan menahan rasa sakit, seolah menolak penetrasi Rendy kedalam lubang vaginaku. "Ohh.." Rendy melenguh dan menghentikan dorongannya. Aku sanggup merasakan sepasang buah zakarnya bergelantungan di bongkahan pantatku dan paha kami yang kini saling bersentuhan. "Hhh.." saya mengambil nafas sejenak merasakan rasa sesak di vaginaku jawaban besarnya penis Rendy didalam lubang pipisku. Aku kesannya sadar jika kini ini seluruh penis Rendy sudah terbenam sepenuhnya didalam kewanitaanku. Rambut-rambut kemaluannya yang gres tumbuh juga menggelitik selangkanganku. Untuk beberapa saat, kami melamun dalam posisi itu. Rendy memberiku waktu untuk mengikuti keadaan dengan keadaanku. "Erina.." panggil Rendy pelan. "Ya?" "Hangat sekali rasanya didalam. Kamu lembut sekali, Erina.." pujinya. Aku tidak sanggup merespon terperinci lantaran rasa perih yang menyiksa ini, namun sanggup kulihat jika Rendy tampak mencemaskan keadaanku. "Sakit ya?" tanyanya penuh perhatian "I, iya, sakit sekali.." jawabku pelan. "Sekarang kita sudah bersatu lho, Erina. Aku dan kau kini jadi satu.." Aku mengangguk membenarkan pernyataan Rendy. Memang, kini tubuh kami sudah bersatu lantaran kemaluan kami masing-masing telah menyatukan tubuh kami. "Rendy.. sakiit.." protesku pada Rendy. Rendy terdiam, ia hanya mengusap air mataku. "Sabar ya, Erina? Sebentar lagi niscaya yummy kok!" Rendy kemudian menarik penisnya sedikit vaginaku dan dengan pelan dilesakkannya kembali kedalam liang vaginaku. Rasa pedih kembali menyengat vaginaku, namun Rendy selalu berusaha menenangkanku. Aku merasa sepertinya Rendy juga tahu bagaimana sakitnya ketika seorang gadis diperawani untuk pertama kalinya lantaran ia selalu berusaha memompa penisnya selembut mungkin untuk mengurangi rasa sakitku. Lama kelamaan, muncul rasa nikmat dari vaginaku jawaban gerakan penis Rendy. Walaupun masih bercampur dengan rasa perih, saya sanggup merasakan bahwa sensasi gres ini berbeda dari ketika vaginaku dioral dan dipermainkan oleh jari Rendy. Sensasi ini lebih menyentuh sekujur syarafku. Rendy kembali membelai pahaku sambil menjilatinya pelan sehingga gairah seksualku kembali bangun perlahan. Rasa perih itu semakin hilang dan digantikan dengan sensasi gres di tubuhku. Rasa geli, sakit dan sesak yang melanda vaginaku menunjukkan sensasi tersendiri yang mengasyikkan. Rendy yang melihat bahwa saya sudah terbiasa akan pergerakannya mulai leluasa mengatur gerakannya. Sekarang penisnya ditarik keluar hingga hanya tersisa pangkal penisnya saja dalam vaginaku otomatis bibir vaginaku ikut tertarik keluar. Tiba-tiba, Rendy mendorong pantatnya mendadak dengan cepat sehingga penisnya kembali menghunjam liang vaginaku dengan keras. "Hyahh.." jeritku kaget, namun kini rasanya tidak lagi perih ibarat tadi. Rendy mulai menggerakkan penisnya dengan tempo yang lebih cepat, membuatku kesannya melenguh-lenguh nikmat merasakan sensasi di vaginaku. "Oohh..ahhh...aahh..aakhh.." saya mendesah-desah keenakan ketika penis Rendy menghunjam vaginaku. Sesekali Rendy berhenti menggerakkan pinggangnya ketika penisnya tertanam penuh dalam vaginaku dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga penisnya seolah mengaduk-aduk isi liang vaginaku, membuatku semakin melayang diatas awan kenikmatan seksual. Semakin lama, kurasakan tempo goyangan penis Rendy semakin cepat keluar-masuk vaginaku dan menggesek klitorisku ketika memasuki vaginaku. Tubuhku juga berguncang mengikuti irama pompaan penis Rendy seiring dengan desahan-desahan erotis dari bibirku. Malah, ketika Rendy menghentikan gerakan penisnya, secara otomatis saya menurunkan pinggulku menjemput penisnya, seolah tidak rela melepaskan penisnya itu. Rendy terlihat puas melihatku yang kini sudah berhasil ditaklukkan olehnya. Tidak terasa sudah sekitar 10 menit semenjak penis Rendy memasuki vaginaku pertama kalinya. Rendy masih dengan ulet terus menggerakkan penisnya menjelajahi vaginaku. Sementara saya sendiri sudah kewalahan mendapatkan serangan kenikmatan di vaginaku, orgasmeku sudah siap meledak kapan saja. "OH! AAKHHH..!!!" kesannya saya menjerit keras dan tubuhku terbanting-banting ketika saya merasakan gelombang kenikmatan yang melanda seluruh simpul syarafku, mengiringi ledakan orgasmeku untuk kedua kalinya. Tanpa sanggup kukontrol, kakiku menendang pundak Rendy sehingga Rendy terpelanting ke ranjang. PLOP! Otomatis terdengar bunyi pelepasan penisnya yang tercabut keluar dari vaginaku seiring dengan rebahnya tubuh Rendy di ranjang. Cairan cintaku yang hangat kembali terasa meluap dari celah kewanitaanku. Rendy bergerak menjauh sedikit membiarkan tubuhku bergerak liar meresapi kenikmatan orgasme yang ketika ini kurasakan. Setelah merasakan ledakan orgasme itu, tubuhku kembali melemas, serasa tenagaku lenyap seluruhnya. Nafasku terasa berat dan degup jantungku juga masih saja kencang. Rendy membiarkanku beristirahat sesaat untuk mengembalikan staminaku. "Waah, nggak nyangka nih! Padahal tampangnya alim, tapi rupanya Erina memang galak jika orgasme!" Rendy menggodaku . "Gimana? Enak nggak rasanya?" tanyanya padaku. Aku mengangguk pelan sambil tersenyum kecil. "Mau lagi?" kembali Rendy bertanya menantangku. "Mau.." jawabku mengiyakan. "Nah, kini ikut saya kak!" Rendy menarik tanganku turun dari ranjang dan melepas ikatan kedua tanganku. Aku kemudian digandengnya kehadapan meja rias bu Diana. Meja rias itu dilengkapi sebuah cermin besar sehingga saya sanggup melihat penampilanku dengan terperinci dihadapan cermin itu. "Erina, kini coba kau menungging!" saya pun membungkukkan badanku dan menumpukan tubuhku pada kedua lenganku yang menekan meja rias bu Diana, sehingga saya dalam posisi menungging dihadapan cermin meja rias itu. "Lebarkan pahamu dan coba lebih menunduk!" kembali Rendy memberi perintah yang segera kuturuti, pahaku kulebarkan dan saya semakin menunggingkan tubuhku. Rendy kemudian menyingkapkan rok gaunku dan menaikkan petticoatku dari belakang dan menjepitnya dengan pita gaunku, sehingga kembali pantat dan vaginaku terpampang terperinci dihadapannya. Rendy kemudian berdiri dibelakangku, saya sanggup melihat tubuhnya yang berdiri dibelakang pantatku lewat cermin itu. Tampaknya Rendy memang ingin supaya saya sanggup melihat keadaan sekitarku lewat cermin itu. "Auuch.." saya merintih pelan ketika penis Rendy kembali menghunjam vaginaku dari belakang. Sekarang Rendy memegang pinggulku dan menggerakkannya maju mundur sehingga vaginaku dihentak-hentakkan oleh penisnya. "Aw.. aakhh.. aawww.." rintihku ketika gesekan antara kemaluan kami kembali mengakibatkan sensasi kenikmatan yang melanda tubuhku. Suara beturan tubuh kami juga menggema didalam kamar itu mengikuti desahan-desahan yang keluar dari bibirku. "Erina, coba kau lihat cermin." Perintah Rendy sambil terus memompaku. Aku menatap cermin dan saya sanggup melihat ekspresi wajah cantikku yang tampak dilanda kenikmatan di tubuhku. Aku sanggup melihat mataku yang sayu dan bibirku yang megap-megap berusaha mencari nafas dan melontarkan desahan-desahanku. "Apa yang kau lihat di cermin itu?" tanyanya "Erina.. aakh.. Erina jadi.. pengantin.. Rendy.. auuhh.." jawabku terbata-bata. "Oh ya? Apa yang sedang dilakukan Erina, pengantin Rendy itu?" "Oohh.. Erina.. Erina sedang disetubuhi.. aww.. Rendy.. ahh.." "Bagaimana menurutmu, penampilanmu sekarang?" "Erina.. Erina jadi.. aww.. bagus sekali.. Erina.. suka.. gaun Erina.. juga.. ahh.. indah.." "Erina senang tidak jadi pengantin?" ujar Rendy. Aku hanya menganggukkan kepalaku merespon pertanyaan Rendy lantaran mulutku kini sedang sibuk mendesah penuh kenikmatan. Memang dengan penampilanku sebagai pengantin ketika ini, saya tampak bagus sekali. Saat saya melihat wajah cantikku itu tampak dikuasai oleh gairah seksualku, entah kenapa saya semakin terangsang. Apalagi ketika saya melihat diriku yang sedang disetubuhi dari belakang oleh Rendy, dalam balutan busana pengantinku yang indah, gairah seksualku semakin meningkat drastis. "Oouch.. ahhh..aww.." saya berusaha menggapai orgasmeku, namun Rendy malah berusaha bertahan supaya saya tidak mencapai orgasmeku dengan cepat. Sesekali gerakannya dipercepat, namun ketika merasakan saya akan mencapai orgasmeku, ia segera menghentikan serangan penisnya di vaginaku. Akibatnya siksaan orgasmeku semakin mendera tubuhku. "Rendyy.. kau jahaat.. auuch.. abang mau orgasmee..hyaah.." saya memprotes perlakuan Rendy padaku. "Iyaa.. soalnya Erina kan sudah orgasme dua kali! Rendy juga mau! " balasnya. Memang benar, dari tadi Rendy terus memberi pelayanan yang membuatku mencapai orgasme dua kali, namun ia sendiri hanya sekali berejakulasi dalam mulutku. Tiba-tiba, Rendy menghentikan gerakannya, sehingga saya mendesah tertahan sejenak. Aku cemas lantaran sepertinya Rendy tidak berminat lagi meneruskan pompaannya. "Sekarang, giliran Erina yang gerak, ya?" pinta Rendy yang segera kurespon dengan senang hati. Goyangan maju-mundur pantatku pun menjemput dan mempermainkan penisnya dalam vaginaku. Aku merasa lega lantaran setidaknya vaginaku masih sanggup merasakan kenikmatan dari persetubuhanku dengan Rendy. "Erina, ayo lihat cerminnya lebih dekat!" kembali saya menuruti perintah Rendy. Wajahku kudekatkan pada cermin itu sehingga cermin itu mengembun jawaban hembusan nafasku. Aku sanggup melihat pantatku yang kini bergerak maju-mundur dan ekspresi nikmat di wajah Rendy. "Erina suka lihat cerminnya?" "Iyaa.. wajah Erina cantiik.. eeghh.. dan nakaal.." "Jadi, Erina cewek yang nakal yaa?" tanyanya sedikit menggodaku sambil menghentakkan penisnya secara tiba-tiba di vaginaku. "Aww.. iyaa.. Erina memang nakaal.." celotehku tanpa pikir panjang. "Bagaimana, rasanya yummy tidak dientot, Erina?" "Mmm.. aah..enaak.. nikmaaat.. Erina sukaa.." "Kalau begitu, boleh kan jika Rendy mengentoti Erina lagi?" selorohnya. "Boleeh.. Erina.. auuh.. boleh dientot Rendy.. kapaan saja.. Erina kan.. sudah jadi.. pengantin Rendy.. oh.." jawabku yang kini sudah sepenuhnya takluk oleh Rendy. "Kalau begitu, Erina dihentikan menduakan dengan orang lain ya?" "Iyaa.. ooh.. Rendy sayaang.. Erina cuma mau dientot Rendy sajaa.. nggak mau sama perjaka laiin.." secara otomatis saya menyatakan kesetiaanku pada Rendy. Rendy terus mempermainkan mentalku sambil mempermalukanku. Anehnya, dipermalukan sedemikian rupa, malah semakin merangsangku dan saya semakin mempercepat gerakan pantatku walaupun sendi-sendi paha dan pinggangku terasa ngilu jawaban kelelahan. Akhirnya Rendy mencengkeram pinggulku dan menghentikan pergerakanku. "Rendyy.. kenapaa?" tanyaku penuh kekecewaan. "Sekarang giliranku ya, Erina?" saya hanya mengangguk pelan mengiyakan seruan Rendy. Ada untungnya juga bagiku lantaran tubuhku sudah amat lelah dan saya juga merasa saya tidak sanggup melanjutkan gerakanku lebih usang lagi. Rendy kembali menggerakkan pinggulku maju-mundur dengan cepat sehingga saya semakin kewalahan. Dengan nakalnya, Rendy melesakkan jari telunjuknya kedalam lubang pantatku. Tidak ibarat tadi, anusku yang kini sudah amat becek jawaban lelehan cairan cintaku yang kini juga meluber ke anusku. Lubang pantatku dengan mudahnya menelan jari telunjuk Rendy sehingga kembali rasa perih yang sedikit nikmat melanda anusku. Jari telunjuk itu kemudian digerakkan seirama dengan gerakan penisnya di vaginaku sehingga saya semakin karam dalam kenikmatanku. Desahan-desahanku semakin keras lantaran sensasi di selangkanganku ketika ini dimana penis Rendy masih terbenam dalam vaginaku, sementara jari telunjuknya berputar-putar menjelajahi isi pantatku apalagi ketika jarinya mempermainkan saraf di sekitar lubang pantatku. Saat saya mengejan, Rendy malah semakin memasukkan jarinya lebih dalam kedalam pantatku sehingga sensasi rasa geli dan sakit di anusku kian menjadi. Aku semakin kewalahan dengan rasa nikmat yang tiba menguasai tubuhku apalagi saya sanggup merasakan otot-otot tubuhku yang menegang lebih keras dari sebelumnya, saya mengepalkan tanganku dengan keras menahan desakan dari dalam tubuhku. Namun sekuat-kuatnya saya berusaha menahan diri, kesannya pertahananku runtuh juga. "Ahhk.. aah.. AKHHH!!!" dengan diiringi teriakanku, orgasmeku kembali meledak. Aku merasakan vaginaku berdenyut keras seolah menyempit dan penis Rendy semakin terjepit erat di dinding kewanitaanku. Tubuhku eksklusif dialiri oleh ledakan rasa nikmat dan kelegaan yang luar biasa. "OOKH.. Erinaa.." Merasakan sensasi jepitan vaginaku ketika orgasme, Rendy kesannya tidak sanggup menahan dirinya. Sekali lagi dihentakkannya penisnya sekeras mungkin kedalam vaginaku dan ketika itu pula saya merasakan cairan hangat menyembur dari penis Rendy memenuhi rahimku. Rendy pun mencabut jarinya dari lubang pantatku sebelum menarik penisnya keluar dari vaginaku sehabis spermanya telah tertuang sepenuhnya kedalam rahimku. Aku tidak tahan lagi melawan rasa lelah tubuhku. Setelah mencapai orgasmeku itu tubuhku serasa kehilangan seluruh tenagaku. Aku pun jatuh lunglai tanpa tenaga di lantai kamar bu Diana. Rendy menghampiriku yang masih tergeletak lelah dan mencium bibirku sekali lagi dengan lembut sambil melumat bibirku. Aku menggerakkan bibirku membalas kecupan Rendy dengan pelan sebelum rasa lelah mengalahkanku sehingga saya pun tertidur kelelahan. Aku terbangun ketika kurasakan sentuhan lembut di pipiku. Saat saya membuka mataku, saya melihat Rendy sedang duduk disampingku yang kini terbaring di ranjang bu Diana. Aku masih berbusana pengantin lengkap ibarat sebelumnya. Melihatku yang terbangun, Rendy segera membelai kepalaku dengan penuh kasih sayang. Aku merasa terkesan dengan perhatiannya, belaiannya terasa lembut melindungiku seolah menjawab perasaanku sebagai seorang perempuan yang ingin dilindungi dan diperhatikan oleh seorang kekasih. Akhirnya kusadari jika saya telah jatuh cinta pada Rendy. Walaupun sanggup disebut sebagai cinta terlarang antara guru dan murid, namun bagiku hal itu kini bukan lagi kendala bagiku. Aku hanya ingin supaya sanggup bersama dengan Rendy selama mungkin. Lagipula, dialah yang telah membuatku menjadi pengantinnya dan merenggut keperawananku yang tadinya kujaga dengan baik demi calon suamiku dimasa depan. Jadi, masuk akal saja jika ia berhak mendapatkan cintaku. "Erina, kau kesannya bangun juga.." panggil Rendy pelan. "Ya, sayang.." jawabku manja sambil melihat wajahnya. "Kamu suka tidak sama Rendy?" tanyanya dengan mimik cemas. "Erina cinta Rendy kok! Erina mau jadi pengantin Rendy selamanya!" jawabku mantap. "Benar?" tanyanya dengan ragu. "Iyaa.. kan Erina sudah jadi pengantin Rendy? Niih lihaat!" jawabku nakal sambil memamerkan gaun pengantinku. Rendy tersenyum melihat tingkahku itu dan ia segera mencium bibirku. Sekali lagi kami berciuman diatas ranjang itu dan kali ini, tidak ada paksaan atas diriku untuk memadu kasih dengan Rendy. Perasaanku terhadap Rendy telah berubah seluruhnya menjadi perasaan cinta sepenuh hatiku. Sekarang saya yakni seorang pengantin perempuan bagi seorang lelaki yang telah berhasil menaklukkan hatiku dengan kehebatannya bercinta denganku. Rendy juga tampak senang lantaran berhasil menjadikanku sebagai kekasih hidupnya. Ya, kini saya telah menjadi pengantin muridku, Rendy! TAMAT

0 Response to "Aku Jadi Pengantin Muridku Part3"

Posting Komentar