Pembokat Jadi Pelampiasan Nafsuku

 Ketika anak saya berumur satu tahun saya pindah rumah Pembokat Kaprikornus Pelampiasan Nafsuku

Nafsuku| Cerita Porno 2014 – Ketika anak saya berumur satu tahun saya pindah rumah. Kami sering berganti-ganti pembantu. Paling usang mereka hanya bertahan satu tahun. Yang pertama dengan seorang gadis berjulukan Dayah. Usianya ketika itu 26 tahun. Dia kami peroleh di sebuah penampungan PRT, semacam sebuah yayasan. Saat itu istri saya sedang memilih-milih sejumlah PRT yang ditawarkan pengelola. Lalu saya lihat istri saya berbicara dengan gadis itu. Beberapa ketika kemudian istri saya menghampiri saya. “Gimana jika beliau saja?” tanyanya. Saya bingung. Kalau melihat bagaimana gadis itu bersikap terhadap anak saya, rasanya dialah yang kami cari. Percayalah. Dia terlampau bagus sebagai PRT. Kulitnya coklat bersih. Tinggi sedang, ramah, periang. Dan, waduh. Teteknya sangat besar. Akhirnya gadis berjulukan Dayah itu kami ambil. Saya benar-benar termakan oleh semua yang ada dalam diri Dayah. Kecantikannya, kebersihan kulitnya, teteknya, keramahannya. Dua bulan semenjak beliau ikut kami, saya sudah mulai punya pikiran kotor. Saya mulai mencari cara untuk sanggup meniduri Dayah. Maukah dia? Serangan terhadap Dayah saya lakukan pada suatu malam ketika istri saya keluar kota. Birahi saya muncul semenjak siang. Istri saya berpesan kepada Dayah supaya jika malam Nisa tidur dengan dia. Soalnya istri saya paham betul watak saya jika tidur malam. Sejak sore Nisa bersama saya, bercengkerama di depan TV, kemudian tertidur sekitar jam 19.00. Saya tiduran di sebelahnya sambil nonton TV. Tapi bersama-sama pikiran saya sedang kacau oleh birahi dan impian untuk menikmati tubuh Dayah. Tetek gadis itu benar-benar sangat menarik hati saya. Seperti apa rupanya tetek besar seorang pembokat? Saya ingin meremas-remasnya, ingin mengulum dan menjilatinya. Saya tiduran dengan berbalut sarung, tanpa baju. Hanya CD saja. Jam 20.00 Dayah meminta Nisa untuk dibawa ke kamarnya. Saya akal-akalan menolaknya. “Sudah semoga tidur sama saya saja,” kata saya. Saya membisu saja. Gadis itu mengenakan kaos denga rok span di atas lutut. Dia duduk melipat lutut di sebelah Nisa. Hmm. Sepasang pahanya yang putih tersembul dari roknya. “Sudah kau tiduran di situ dulu nanti jika sudah waktunya saya bangunin terus kau bawa Nisa ke kamarmu,” kata saya. Perangkap saya pasang. Dia tampak ragu dan bingung. “Sana ambil bantal kamu!” perintah saya. Dia beranjak. Sebentar kemudian tiba lagi dengan membawa bantal dan selimut. Dia rebahkan tubuhnya di sisi Nisa. Dia balut tubuhnya dengan selimut. Tenggorokan saya ibarat tersekat. Kering. Haus rasanya. Saya tidur dengan Dayah hanya dibatasi si kecil Nisa. Dayah mencoba memejamkan mata. Sesekali melirik ke arah TV. Lalu saya tidur menghadap ke arahnya. Memandanginya. Rupanya beliau tahu saya memandangi. Sekilas beliau memandang saya, kemudian memejamkan mata. Saya memandangi terus. Semakin kagum, dan semakin panas hambar tubuh saya. Penis saya sudah tegang semenjak tadi. Saya resah bagaimana mengawali. Maukah Dayah mendapatkan saya? Pikiran saya mulai kacau. Antara berani dan tidak. Saya mencoba tersenyum kepadanya ketika beliau melirik saya. Dia tak bereaksi. Tampaknya beliau tahu apa yang berkecamuk dalam benak saya. Saya memanggil namanya pelan. Dia membuka matanya. “Kamu bagus sekali.” Dia terbelalak dan merapatkan selimutnya. Saya terus memandanginya. Lalu saya lihat beliau tersenyum tipis. “Kamu bagus sekali,” kata saya lagi. Wajahnya merah. Timbul keberanian saya. Saya mencoba meraih jemarinya yang tersembul dari selimut. Sesaat kemudian saya coba raih helai-helai rambutnya. Saya elus kepalanya. Dia diam. Saya makin berani. Nisa bergerak-erak ibarat mau bangun. Dayah mencoba menengkan dengan menepuk-nepuk punggungnya. Kesempatan itu saya gunakan untuk meraih tangannya. Saya gengam. Dia diam, hanya matanya yang lurus ke arah mata saya. Saya cium tangan itu. Penis saya makin tegang. Saya ciumi punggung tangan itu, kemudian telapak tangannya. Tak ada rekasi. Saya makin berani. Secepat kilat saya bergeser tempat. Kali ini di belakanganya. “Bapak jangan gitu, ahh,” beliau menepis tangan saya yang mencoba memeluknya. Saya tersenyum dan kembali memeluknya. Kali ini beliau diam. Saya merapatkan tubuh kepadanya. Saya gesek-gesekkan penis saya ke tubuhnya. Dia menggelinjang sebentar, dan berusaha menjauh, tapi tubuhnya terantuk tubuh kecil Nisa. Saya makin beringas. Saya buka selimutnya. Saya usap kakinya. Ke atas, di paha. Dia mendesis dan berusaha menghindar. “Saya tidur di kamar saja ahh.” Dia mencoba berdiri tapi saya menahannya. “Jangan.” …“Bapak bandel sih.” Saya menghentikan aksi. Sesaat kemudian hanya tangan saya yang saya taruh di pingangnya. Dia membisu saja. Lalu saya kembali memeluknya. Ahh tepatnya mendekap dia. Saya gesek-gesek pelan tangan saya di bab perutnya. Dia tak bereaksi. Saya terus berusaha memberi rangsangan dengan menyusupkan jari saya ke kulit perutnya. Tampaknya berhasil. Dia mendesis. Tak ada perlawanan. Tangan saya merayap pelan ke atas hingga terentuh dinding yang sangat tebal. Tetek yang luar biasa besarnya. Benar-benar gres kali ini saya liat tetek sebesar ini. Saya sentuh pelan-pelan. Saya takut beliau menolaknya. Tapi tidak ada reaksi. Baru ketika saya pelan-pelan meremas, tubuhnya terlihat bergerak-gerak. Dia melenguh. Saya makin kalap. Remasan makin keras, dan menyelusuplah tangan saya ke dalam BH-nya. Tersentuh dagihg kenyal. Saya raba, saya remas. Dayah menggelinjang. “Hh..” Tangannya mencengkram tangan saya. Saya mulai menaiki tubuhnya. Sarung saya lepas. Saya hanya bercelana dalam. Dayah memejamkan mata. Saya cium bibirnya dengan tangan saya tetap meremas-remas payudara besarnya. Tanpa saya duga, beliau membalas ciuman saya. Bakan menghisap pengecap saya dengan rakus. Bibir saya bergerak turun ke leher. Selimut telah lepas dari tubuhnya. Saya singkap kaosnya, dan akhirnya, saya lihat kutang itu terlalu kecil untuk teteknya yang super besar. Hanya dengan sekali geser. Putingnya telah tersembul. Saya cium puting itu. Saya hisap, dan saya gelitik. Dia meronta-ronta. Tangannya memeluk saya erat-erat. Lalu saya cium lagi bibirnya. Tangan saya bergerak ke bawah, ke celah CD-nya, mengelus-elus semak-semak lembut, dan menggelitik sebuah celah yang telah basah. Dayah mencengkeram kepala saya, kemudian menariknya. Dia mencium bibir saya. Melumatnya. Lidah saya disedot dengan hebatnya. Saya permainkan tangan di bawah, menyusuri sepasang bibir vagina. Kadang memutar-mutar di ujung bibir. Tangan Dayah telah mengocok penis saya. Mengocok dan meremas-remas dengan sangat kuatnya. Saya buka CD Dayah, hingga pangkal kakinya, kemudian beliau menendang sendiri CD itu, melayang ke erat TV. Dia juga menarik CD saya. “Kamu masih perawan Dayah?” taya saya. Dia mengangguk sambil terus mengocok penis sya. Kocokan yang kasar. “Kamu mau saya masukkan ini saya?” saya memegang tangannya yang sedang mengocok penis. Dia mengangguk. Saya membalikkan tubuh saya, mengangkat kedua pahanya yang padat. Memeknya disinari cahaya TV. Saya terus menjilatinya. Dayah mengerang-erang. Saya coba menaruh penis saya di depan mulutnya. Tapi beliau hanya meremas dan mengocoknya. Ketika pengecap saya makin beringas menjilati memeknya, barulah beliau memasukkan penis saya di mulutnya. Saya sibakkan bibir memeknya. Saya jilat-jilat isinya, jari tengah saya mencoba menusuk pelan. Dayah mengangkat pantatnya. Mulutnya menghisap-hisap penis saya. Terdengar suara sangat keras. Ketika saya merasa hendak ejakulasi, saya tarik penis saya. Saya ingin sperma saya jatuh di luar mulutnya. Serentak dengan itu saya mengulum kelentit. Dayah menarik pinggul saya dan menghisap besar lengan berkuasa penis saya. Srtt srrtt Sperma saya pu terpancar. Tapi kali ini saya justru menekannya. Saya tidak ingin penis saya lepas dari mulutnya. Seluruh mani saya telah keluar. Sebagian telah masuk ke dalam kerongkongan Dayah. “Sekarang Dayah tiduran, saya masukin ya senjataku ke tempik Dayah” kata Saya. Tanpa perlu menjawab, Dayah merebahkan tubuhnya memasang posisi, kemudian Saya mulai menusukkan senjatanya kedalam lubang kenikmatan Dayah. “Auuu… pelan-pelan pakkk… masukinnya…” Dayah mencicipi moncong senjata Saya memasuki lubang tempiknya. Setelah di rasa cukup masuk dan menyesuaikan di dalam lobang kenikmatan Dayah, mulailah Saya memaju-mundurkan senjatanya. “Ssshhh… enaaak pakkk… terusss… yang dalammm …”erang Dayah keenakan. “Accchhh…pakkk … saya moo keluuaarrrr… aahhh…” Dayah melenguh panjang, menerangkan telah hingga orgasmenya. Dijepitnya pinggang Saya… dipeluknya dada Saya, seolah mau melumat tubuh Saya, Saya sedikit meringis mencicipi jepitan kaki Dayah dan pelukan tangan Dayah di tubuhnya, tetapi Saya mengerti akan kenikmatan Dayah, maka dibiarkannya perempuan itu menjepit tubuhnya. Setelah beberapa ketika Saya memberi waktu untuk Dayah mengembalikan nafas liarnya, saya berinisiatif untuk merubah gaya, saya suruh Dayah untuk nungging membelakangiku, Saya melaksanakan dogy style. Inipun sensasi lain yang dirasakan Dayah, gres dengan Saya ini ia mencicipi indahnya persetubuhan. Saya pun mencicipi sensasi lain dari jepitan lubang Dayah, dengan posisi ini, lubang kemaluan Dayah semakin dirasakan sempit, Dayah, “saya mau keluar nihhh…aaahhh…” lenguh Saya. demikian juga Dayah yang semakin liar memeluk serta menggigit sarung saya, “aaacchh… emmmhhh… pakkk…” Kami terkapar dengan deru nafas yang saling berlomba, Dayah memeluk Saya, Saya membelai rambut Dayah. Kami saling mendekap, berpagutan, disela deru nafas kami berdua. Dia tersenyum kemudian beranjak menuju kamar mandi. Saya puas. Benar-benar puas. Perseligkuhan dengan Dayah saya ulangi beberapa kali. Banyak sekali kesempatan terbuka. Segalanya berjalan sangat lancar. Kami melakukannya tidak hanya ketika istri saya serang keluar kota. Tetapi juga siang hari ketika istri kerja dan saya pulang rahasia

0 Response to "Pembokat Jadi Pelampiasan Nafsuku"

Posting Komentar