Aku Jadi Taruhan Judi


 nyaris frustasi dalam menjalani hidup ini Aku Makara Taruhan Judi

Rita (34) nyaris frustasi dalam menjalani hidup ini. Suaminya, Aryo, justru menjadikannya sebagai seorang pelacur. Aku tak pernah menyangka jikalau Mas Aryo tega menjual tubuhku. Ketika pertama kali saya mengenalnya, beliau ialah pria yang baik dan selalu menjagaku dari banyak sekali godaan pria lain. Kami menikah lima tahun yang kemudian dan dikarunai seorang anak pria berusia tiga tahun dan kami beri nama Rizal. Perkimpoian kami mulus-mulus saja hingga Rizal muncul diantara kami. Tentu saja waktuku banyak tersita untuk mendidik Rizal. Mas Aryo berkerja di perusahaan swasta yang bergerak dibidang produksi kayu, sedangkan saya hanya tinggal di rumah. Tetapi saya tidak pernah mengeluh. Aku tetap sabar menjalankan tugasku sebagai ibu rumah tangga sebaik-baiknya. Sebenarnya setiap hari bisa saja Mas Aryo pulang sore hari. Tetapi belakangan ini beliau selalu pulang terlambat. Bahkan hingga larut malam. Pernah ketika kutanyakan, kemana saja kalau pulang terlambat. Dia hanya menjawab “Aku mencari penghasilan pemanis Rit”, jawabnya singkat. Mas Aryo makin sering pulang larut malam, bahkan pernah satu kali beliau pulang dengan verbal berbau alkohol, jalannya agak sempoyongan, rupanya beliau mabuk. Aku mulai bertanya-tanya, semenjak kapan suamiku mulai gemar minum-minum arak. Selama ini saya tidak pernah melihatnya ibarat ini. Kadang-kadang ia mengatakan uang belanja lebih padaku. Atau pulang dengan membawa buah tangan untuk saya dan Rizal anak kami. Setiap kali saya menyinggung aktivitasnya, Mas Aryo berusaha menghindari. “Kita jalankan saja kiprah masing-masing. Aku cari uang dan kau yang mengurus rumah. Aku tidak pernah menanyakan pekerjaanmu, jadi lebih baik kau juga begitu”, katanya. Aku gres bisa menerka-nerka apa aktivitasnya ketika suatu malam, beliau memintaku untuk menjual gelang yang kupakai. Ia mengaku kalah bermain judi dengan seseorang dan perlu uang untuk menutupi utang atas kekalahannya, jadi itu yang dilakukannya selama ini. Sebagai seorang istri yang berusaha berbakti kepada suami, saya mengatakan gelang itu. Toh beliau juga yang membelikan gelang itu. Aku memang diajarkan untuk menemani suami dalam suka maupun duka. Suatu sore dikala Mas Aryo belum pulang, seorang temannya yang mengaku berjulukan Bondan berkunjung ke rumah. Kedatangan Bondan inilah yang memicu perubahan dalam rumah tanggaku. Bondan tiba untuk menagih utang-utang suamiku kepadanya. Jumlahnya sekitar sepuluh juta rupiah. Mas Aryo berjanji untuk melunasi utangnya itu. Aku berkata terus-terang bahwa saya tidak tahu-menahu mengenai utang itu, kemudian saya menyuruhnya untuk kembali besok saja. Tetapi dengan pandangan pembangkang beliau tersenyum, “Lebih baik saya menunggu saja Mbak, itung-itung menemani Mbak.” Aku agak risih mendengar ucapannya itu, lebih-lebih ketika melihat tatapan liar matanya yang seolah-olah ingin menelanjangi diriku. “Aryo tidak pernah dongeng kepada saya, kalau ia mempunyai istri yang begitu cantiknya. Menurut saya, sayang sekali bunga yang indah hanya dipajang di rumah saja” ucap Bondan. Aku makin tidak lezat hati mendengar ucapan rayuan-rayuan gombalnya itu, Tetapi saya mencoba menahan diri, alasannya ialah Mas Aryo berutang uang kepadanya. Dalam hati saya berdoa semoga Mas Aryo cepat pulang ke rumah, sehingga saya tidak perlu berlama-lama mengenalnya. Untung saja tak usang kemudian Mas Aryo pulang. Kalau tidak niscaya saya sudah muntah mendengar kata-katanya itu. Begitu melihat Bondan, Mas Aryo tampak lemas. Dia tahu niscaya Bondan akan menagih hutang-hutangnya itu. Aku meninggalkan mereka di ruang tamu, Mas Aryo kulihat menyerahkan amplop coklat. Mungkin Mas Aryo sudah bisa melunasi hutangnya. Aku tidak sanggup mendengar pembicaraannya, namun kulihat Mas Aryo menunduk dan sesekali terlihat berusaha menyabarkan temannya itu. Setelah Bondan pulang, Mas Aryo memintaku menyiapkan makan malam. Dia menikmati sajian makan malam tanpa banyak bicara, Aku juga menanyakan apa saja yang dibicarakannya dengan Bondan. Aku menyadari Mas Aryo sedang suntuk, jadi lebih baik saya menahan diri. Setelah selesai makan, Mas Aryo eksklusif mandi dan masuk ke kamar tidur, saya menyusul masuk kamar satu jam kemudian sesudah berhasil menidurkan Rizal di kamarnya. Ketika saya memasuki kamar tidur dan menemaninya di ranjang, Mas Aryo kemudian memelukku dan menciumku. Aku tahu beliau akan meminta ‘jatahnya’ malam ini. Malam ini beliau lain sekali sentuhannya lembut. Pelan-pelan Mas Aryo mulai melepaskan daster putih yang kukenakan, sesudah mencumbuiku sebentar, Mas Aryo mulai membuka bra tipis yang kukenakan dan melepaskan celana dalamku. Setelah itu Mas Aryo bertahap mulai menikmati jengkal demi jengkal seluruh belahan tubuhku, tidak ada yang terlewati. Kemudian saya membantu Mas Aryo untuk melapaskan seluruh pakaian yang dikenakannya, hingga alhasil saya bisa melihat penis Mas Aryo yang sudah mulai agak menegang, tetapi belum tepat tegangnya. Dengan penuh kasih sayang kuraih batang kenikmatan Mas Aryo, kumain-mainkan sebentar dengan kedua belah tanganku, kemudian saya mulai mengulum batang penis suamiku dengan lembutnya. Terasa di dalam mulutku, batang penis Mas Aryo terutama kepala penisnya, mulai terasa hangat dan mengeras. Aku menyedot batang Mas Aryo dengan semampuku, kulihat Mas Aryo begitu bergairah, sesekali matanya terpejam menahan nikmat yang kuberikan kepadanya. Mas Aryo kemudian membalas, dengan meremas-remas kedua payudaraku yang cukup menantang, 36B. Aku mulai mencicipi denyut-denyut kenikmatan mulai bergerak dari puting payudaraku dan mulai menjalar keseluruh belahan tubuhku lainnya, terutama ke vaginaku. Aku mencicipi liang vaginaku mulai terasa lembap dan agak gatal, sehingga saya mulai merapatkan kedua belah pahaku dan menggesek-gesekan kedua belah pahaku dengan rapatnya, semoga saya sanggup mengurangi rasa gatal yang kurasakan di belahan liang vaginaku. Mas Aryo rupanya tanggap melihat perubahanku, kemudian dengan lidahnya Mas Aryo mulai turun dan mulai mengulum daging kecil clitorisku dengan nafsunya, Aku sangat kewalahan mendapatkan serangannya ini, badanku terasa bergetar menahan nikmat, peluh ditubuhku mulai mengucur dengan deras diiringi erangan-erangan kecil dan napas tertahan ketika kurasakan saya hampir tak bisa menahan kenikmatan yang kurasakan. Akhirnya seluruh rasa nikmat semakin memuncak, dikala penis Mas Aryo, mulai terbenam bertahap ke dalam vaginaku, rasa gatal yang kurasakan semenjak tadi bermetamorfosis nikmat dikala penis Mas Aryo yang telah ereksi tepat mulai bergerak-gerak maju mundur, seolah-olah menggaruk-garuk gatal yang kurasakan. Suamiku memang jago dalam permainan ini. Tidak lebih dari lima belas menit saya berteriak kecil dikala saya sudah tidak bisa lagi menahan kenikmatan yang kurasakan, tubuhku meregang sekian detik dan alhasil rubuh di ranjang ketika puncak-puncak kenikamatan kuraih pada dikala itu, mataku terpejam sambil menggigit kecil bibirku dikala kurasakan vaginaku mengeluarkan denyut-denyut kenikmatannya. Dan tidak usang kemudian Mas Aryo mencapai puncaknya juga, beliau dengan cepatnya menarik penisnya dan beberapa detik kemudian, air maninya tersembur dengan derasnya ke arah tubuh dan wajahku, saya membantunya dengan mengocok penisnya hingga air maninya habis, dan kemudian saya mengulum kembali penisnya sekian lama, hingga alhasil perlahan-lahan mulai mengurang tegangannya dan mulai lunglai. “Aku benar-benar puas Rit, kau memang hebat”, pujinya. Aku masih bergelayut manja di dekapan tubuhnya. “Rit, kau memang istriku yang baik, kau harus bisa mengerti kesulitanku dikala ini, dan saya mau kau membantu saya untuk mengatasinya”, katanya. “Bukankah selama ini saya sudah begitu Mas”, sahutku. Mas Aryo mengangguk-angguk mendengarkan ucapakanku. Kemudian ia melanjutkan, “Kamu tahu maksud kedatangan Bondan tadi sore. Dia menagih utang, dan saya hanya sanggup membayar setengah dari keseluruhan utangku. Kemudian sesudah usang berbicang-bincang ia mengatakan sebuah jalan keluar kepadaku untuk melunasi hutang-hutangku dengan sebuah syarat”, ucap Mas Aryo. “Apa syaratnya, Mas?” tanyaku penasaran. “Rupanya beliau menyukaimu, beliau minta izinku semoga kau bisa menemani beliau semalam saja”, ucap Mas Aryo dengan pelan dan tertahan. Aku bagai disambar petir dikala itu, saya tahu arti ‘menemani’ selama semalam. Itu berarti saya harus melayaninya semalam di ranjang ibarat yang kulakukan pada Mas Aryo. Mas Aryo mengerti keterkejutanku. “Aku sudah tidak tahu lagi dengan apalagi saya harus membayar hutang-hutangku, beliau sudah mengancam akan menagih lewat tukang-tukang pukulnya jikalau saya tidak bisa membayarnya hingga simpulan pekan ini”, katanya lirih. Aku hanya melamun tak bisa mengomentari perkataannya itu. Aku masih shock memikirkan saya harus rela mengatakan seluruh tubuhku kepada lelaki yang belum kukenal selama ini. Sikap diamku ini diartikan lain oleh Mas Aryo. “Besok kau ikut saya menemui Bondan”, ungkapnya lagi, sambil mencium keningku kemudian berangkat tidur. Seketika itu juga saya membenci suamiku. Aku enggan mengikuti cita-cita suamiku ini, namun saya juga harus memikirkan keselatan keluarga, terutama keselamatan suamiku. Mungkin sesudah ini ia akan kapok berjudi lagi pikirku. Sore hari sesudah pulang kerja, Mas Aryo menyuruhku berhias diri dan sesudah itu kami berangkat menuju daerah yang dijanjikan sebelumnya, rupanya Mas Aryo mengantarku ke sebuah hotel berbintang. Ketika itu waktu sudah memperlihatkan sekitar pukul 20.00 malam. Selama hidup gres pertama kali ini, saya pergi untuk menginap di hotel. Ketika pintu kamar di ketuk oleh Mas Aryo, beberapa dikala kemudian pintu kamar terbuka, dan kulihat Bondan menyambut kami dengan hangatnya, Suamiku tidak berlama-lama, kemudian ia menyerahkan diriku kepada Bondan, dan kemudian berpamitan. Dengan lembut Bondan menarik tanganku memasuki ruangan kamarnya. Aku tertunduk aib dan wajahku terasa memerah dikala saya mencicipi tanganku dijamah oleh seseorang yang bukan suamiku. Ternyata Bondan tidak seburuk yang kubayangkan, memang matanya terkesan liar dan seakan mau melahap seluruh tubuhku, tetapi sikapnya dan perlakuannya kepadaku tetap tenang, sehingga dikit demi sedikit rasa grogi yang menyerangku mulai memudar. Bondan menanyakan dengan lembut, saya ingin minum apa. Kusahut saya ingin minum coca-cola, tetapi jawabnya minuman itu tidak ada kini ini di kamarnya, kemudian beliau mengeluarkan sebotol sampagne dari kulkas dan menuangkannya sedikit sekitar setengah sloki, kemudian disuguhkannya kepadaku, “Ini bisa menghilangkan sedikit rasa gugup yang kau rasakan kini ini, dan bisa juga menciptakan tubuhmu sedikit hangat. Kulihat dari tadi kelihatannya kau agak kedinginan”, ucapnya lagi sambil menyodorkan minuman tersebut. Kuraih minuman tersebut, dan mulai kuminum secara dikit demi sedikit hingga habis, memang benar beberapa dikala kemudian saya mencicipi tubuh dan pikiranku agak tenang, rasa gorgi sudah mulai menghilang, dan saya juga mencicipi ada fatwa hangat yang mengaliri seluruh syaraf-syaraf tubuhku. Bondan kemudian menyetel lagu-lagu lembut di kamarnya, dan mengajakku berbincang-bincang hal-hal yang ringan. Sekitar 10 menit kami berbicara, saya mulai mencicipi agak pening di kepalaku, tubuhkupun limbung. Kemudian Bondan merebahkan tubuhku ke ranjang. Beberapa menit saya rebahan di atas ranjang membuatku mulai bisa menghilangkan rasa pening di kepalaku. Tetapi saya mulai mencicipi ada perasaan lain yang mengalir pada diriku, ada perasaan denyut-denyut kecil di seluruh tubuhku, semakin usang denyut-denyut tersebut mulai terasa menguat, terutama di bagian-bagian sensitifku. Aku mencicipi tubuhku mulai terangsang, meskipun Bondan belum menjamah tubuhku. Ketika saya mulai tak kuasa lagi menahan rangsangan di tubuhku, napasku mulai memburu terengah-engah, payudaraku seolah-olah mengeras dan benar-benar peka, vaginaku mulai terasa lembap dan gatal yang menyengat, perlahan-lahan saya mulai menggesek-gesekkan kedua belah pahaku untuk mengurangi rasa gatal dan merangsang di dalam vaginaku. Tubuhku mulai menggeliat-geliat tak tahan mencicipi rangsangan seluruh tubuhku. Bondan rupanya menikmati tontonan ini, beliau memandangi kecantikan wajahku yang kini sedang terengah-engah bertarung melawan rangsangan, nafsunya mulai memanas, tangannya mulai meraba tubuhku tanpa bisa kuhalangi lagi. Remasan-remasan tangannya di payudaraku membuatku tidak tahan lagi, hingga tak sadar saya melorotkan sendiri pakaian yang kukenakan. Saat pakaian yang kukenakan lepas, Mata Bondan tak lepas memandangi belahan payudaraku yang putih montok dan yang menyembul dan seakan ingin loncat keluar dari bra yang kukenakan. Tak tahan melihat pemandangan indah ini, Bondan kemudian menggumuliku dengan panasnya sembari tangannya mengarah ke belakang punggungku, tidak lebih dari 3 detik, kancing bra-ku telah lepas, kini payudaraku yang kencang dan padat telah membentang dengan indahnya, Bondan tak mau berlama-lama memandangiku, dengan buasnya lagi ia mencumbuiku, menggumuliku, dan tangannya semakin cepat meremas-remas payudaraku, cairan vaginaku mulai membasahi celana putihku. Melihat ini, tangan bondan yang sebelahnya lagi mulai bermain-main di celanaku tepat di cairan yang membasahi celanaku, saya mencicipi nikmat yang benar-benar luar biasa. Napasku benar-benar memburu, mataku terpejam nikmat dikala tangan Bondan mulai memasuki celana dalamku dan memainkan daging kecil yang tersembunyi di kedua belahan rapatnya vaginaku. Bondan memainkan vaginaku dengan ahlinya, membuatku terpaksa merapatkan kedua belah pahaku untuk agak menetralisir serangan-serangannya, jari-jarinya yang pembangkang mulai menerobos masuk ke liang tubuhku dan mulai memutar-mutar jarinya di dalam vaginaku. Tak puas alasannya ialah celana dalamku agak mengganggu, dengan cepatnya sekali gerakan beliau melepaskan celana dalamku. Aku kini benar-benar bugil tanpa tersisa pakaian di tubuhku. Bondan tertegun sejenak memandangi pesona tubuhku, yang masih bergeliat-geliat melawan rangsangan yang mungkin diakibatkan obat perangsang yang disuguhkan di dalam minumanku. Dengan cepatnya selagi saya masih merangsang sendiri payudaraku, Bondan melepaskan dengan cepat seluruh pakaian yang dikenakan hingga alhasil bugil pula. Aku semakin bernafsu melihat batang penis Bondan telah bangkit tegak dengan kerasnya, Besar dan panjang. Dengan cepat Bondan kembali menggumuliku dengan benar-benar sama-sama dalam puncak terangsang, saya mencicipi payudaraku diserang dengan remasan-remasan panas, dan.., ahh.., akupun mencicipi batang penis Bondan dengan cepatnya menyeruak menembus liang vaginaku dan menyentuh titik-titik kenikmatan yang ada di dalam liang vaginaku, saya menjerit-jerit tertahan dan membalas serangan penisnya dengan menjepitkan kedua belah kakiku ke arah punggungnya sehingga penisnya bisa menerobos secara maksimal ke dalam vaginaku. Kami bercumbu dengan panasnya, bergumul, setiap kali penis Bondan mulai bergerak masuk menerobos masuk ataupun dikala menarik ke arah luar, saya menjepitkan otot-otot vaginaku ibarat hendak menahan pipis, dikala itu saya mencicipi nikmat yang kurasakan berlipat-lipat kali nikmatnya, begitu juga dengan Bondan, beliau mulai keteteran menahan kenikmatan tak bisa dihindarinya. Sampai pada satu titik saya sudah terlihat akan orgasme, Bondan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan hentakan2 penisnya yang dipercerpat.. alhasil kekuatan pertahananku ambrol.. saya orgasme berulang-ulang dalam waktu 10 detik.. Bondan rupanya juga sudah tidak bisa menahan lagi serangannya beliau hanya membisu sejenak untuk mencicipi kenikmatan dipuncak-puncak orgasmenya dan beberapa detik kemudian mencabut batang penisnya dan tersemburlan muncratan-muncratan spermanya dengan banyaknya membanjiri wajah dan sebagian berlelehan di belahan payudaraku. Kamipun alhasil tidur kelelahan sesudah bergumul dalam panasnya birahi. Keesokan paginya, Bondan mengantarku pulang ke rumah. Kulihat suamiku menerimaku dengan muka tertuduk dan berbicara sebentar sementara saya masuk ke kamar anakku untuk melihatnya sesudah seharian tidak kuurus. Setelah kejadian itu, saya dan suamiku sempat tidak berbicara satu sama-lain, hingga alhasil saya luluh juga dikala suamiku minta maaf atas kelakuannya yang mengakibatkan persoalan ini hingga terjadi, tetapi hal itu tidak berlangsung lama, suamiku kembali terjebak dalam permainan judi. Sehingga secara tidak eksklusif akulah yang menjadi taruhan di meja judi. Jika menang suamiku akan mengatakan buah tangan yang banyak kepada kami. Tetapi jikalau kalah saya harus rela melayani teman-teman suamiku yang menang judi. Sampai dikala ini kejadian ini tetap masih berulang. Oh hingga kapankah penderitaan ini akan berakhir.

0 Response to "Aku Jadi Taruhan Judi"

Posting Komentar